REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekenomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, menjadi undang-undang. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan, mayoritas fraksi sudah setuju terkait hal ini.
"Delapan fraksi menyetujui atau menerima RUU tentang Perppu 1/2020 menjadi undang-undang," ujar Said dalam rapat paripurna Masa Persidangan III, Selasa (12/5).
Kedelapan fraksi tersebut yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan PKS menolak Perppu 1/2020 menjadi undang-undang.
Said mengatakan, mayoritas fraksi berpendapat Perppu tersebut diperlukan untuk menghadapi potensi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Fraksi PDIP menilai negara harus hadir untuk mengantisipasi dampak Covid-19.
Sementara Fraksi Partai Golkar menilai ketentuan ini perlu didukung dan diimplementasikan dalam rangka penanganan pandemi. "Tanpa ketentuan ini, pemerintah tidak dapat menyediakan dukungan anggaran yang memadai program-program penanganan pandemi yang membutuhkan biaya besar," ujar Said menyampaikan catatan Fraksi Golkar.
Fraksi Partai Nasdem, berharap pemerintah mengedepankan prinsip kepemerintahan yang baik (good governance). Serta, itikad baik dan tidak menyalahgunakan kewenangan dalam implementasi Perppu 1/2020.
"Pelaksanaan Perppu harus selaras dengan kebijakan moneter. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia perlu didorong bersamaan dengan distribusi suplai bahan kebutuhan pokok yang memadai," ujar Said.
Sedangkan Fraksi PKS tak setuju karena perppu tersebut berpotensi melanggar konstitusi. Sebab, adanya sejumlah pasal yang cenderung bertentangan dengan UUU NRI 1945.
"Hal ini terkait dengan kekuasaan pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan negara," ujar Said.
Selain itu, di Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, tidak dapat dituntut.
"Baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Said.