Jumat 24 Apr 2020 15:14 WIB

Koalisi Duga Motif Penangkapan Ravio Terkait Kritik

Polisi menyebut pemeriksaan Ravio terkait dengan info hoaks yang meresahkan.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Penangkapan.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Penangkapan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi sudah membebaskan peneliti kebijakan publik  Ravio Patra, setelah setelah 33 jam ditangkap dan diperiksa oleh Polda Metro Jaya dengan status sebagai saksi. Namun demikian, kasus dugaan peretas WhatsApp Ravio tetap harus diungkap.

Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok) yang mengawal kasus ini menduga bahwa diretas dan ditangkapnya Ravio terkait erat dengan kritik-kritik yang sering disampaikan oleh Ravio di media daring atau media sosial.

Baca Juga

"Kritik yang terakhir sering dilancarkan Ravio adalah terkait kinerja dan konflik kepentingan Staf Khusus Presiden dan pengelolaan data korban Covid-19," tegas Katrok dalam keterangannya, Jumat (24/4).

Menurut Katrok, praktik teror dan tekanan seperti ini sangat berbahaya, bukan hanya mengancam Ravio, tapi bisa dikenakan pada siapapun yang kritis dan menyuarakan pendapatnya. Oleh karena itu, mendesak Presiden segera bertindak tegas untuk menghentikan tindakan-tindakan teror dan represif kepada warga negara yang kritis.

"Kepolisian harus bersikap profesional dan menghentikan kasus atau tuduhan terhadap Ravio; dan harus segera menangkap peretas sekaligus penyebar berita bohong melalui akun Whatsapp Ravio," tegas Katrok.

Selain itu Katrok juga mencatat sejumlah permasalahan hukum yang terjadi dalam kasus ini. Di antaranya, tim penasihat hukum dipersulit memberikan bantuan hukum. Tim hukum juga mendapatkan informasi keberadaan Ravio.

"Saat tim mendatangi Polda Metro Jaya sejak Kamis (23/4) pukul 11.00 WIB, pihak kepolisian dari berbagai unit menyangkal Ravio berada di tempat mereka. Baru sekitar pukul 14.00 WIB, Polda Metro Jaya mengakui Ravio ada di Polda setelah melakukan konferensi pers," keluh Katrok.

Kemudian, Katrok juga mencatat proses penangkapan dan penggeledahan tidak sesuai prosedur. Saat dilakukan penangkapan dan penggeledahan Polisi tidak mampu memberikan dan menunjukkan surat penangkapan dan penggeledahan, padahal Ravio sudah meminta salinannya.

Kediamannya digeledah dan barang bawaan yang tidak terkait dengan tindak pidana yang dituduhkan ikut dibawa seperti buku-buku, handphone temannya, laptop kantor.

Selanjutnya, pihak penyidik di Sub Direktorat Keamanan Negara (Subdit Kamneg) menyatakan bahwa yang mereka lakukan pada Ravio bukan penangkapan tetapi pengamanan. Padahal pengamanan tidak dikenal di dalam hukum acara pidana dan Ravio sudah ditangkap lebih dari 1x24 jam saat itu.

"Adanya intimidasi kekerasan secara verbal baik pada saat penangkapan dan juga di Polda Metro Jaya khususnya sebelum diperiksa oleh Subdit Kamneg,"tegas Katrok.

Selain itu status hukum Ravio juga berubah-ubah. Saat tim kuasa hukum ingin memberikan bantuan hukum, diketahui Ravio sudah menjalani pemeriksaan pada sekitar pukul 03.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB tanggal 23 April 2020 sebagai tersangka.

Kemudian pukul 10.00 WIB-17.00 WIB diperiksa kembali sebagai saksi. Penyidik juga sempat menginformasikan, surat penahanan sudah disiapkan, padahal statusnya adalah saksi.

"Penyidik mengakses data kontrak kerja dan catatan pengelolaan keuangan pribadi korban yang sebetulnya tidak ada kaitannya dengan dugaan tindak pidana dan penyidik dengan sengaja mengubah kata sandi email tanpa persetujuan Ravio," terang Katrok.

Selanjutnya, pasal yang dituduhkan berubah-ubah dan tidak konsisten. Selama pemeriksaan berlangsung sejak Kamis (23/4) pukul 17.00 WIB sampai selesai pukul 22.00 WIB  terjadi perubahan pasal yang tidak konsisten dan sama sekali tidak relevan dengan pemeriksaan.

Ravio awalnya dikenakan Pasal 28 ayat 1 UU ITE tentang berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Kemudian berubah menjadi Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA. "Ini diketahui ketika Ravio menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP)," jelas Katrok.

Kemudian, dalam surat penyitaan yang disampaikan Polisi secara tertulis terdapat empat barang yaitu Macbook Apple, laptop Dell, handphone Samsung seri s10, dan handphone Iphone. Namun di berita acara penolakan justru dibuat 6 barang yaitu termasuk pula penyitaan terhadap KTP dan email. Akhirnya setelah perdebatan dua hal ini dihapuskan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan aktivis Ravio Patra sudah dipulangkan dari Polda Metro Jaya (PMJ) usai pemeriksaan terkait pesan hoaks yang tersebar melalui media sosial. Status Ravio sekarang sebagai saksi terkait kasus tersebut.

"Ya yang bersangkutan sudah dipulangkan. Dia sebagai saksi," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (24/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement