REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat sipil dan pemerhati kebijakan publik Ravio Patra mengaku kecewa dengan keputusan PN Jakarta Selatan (Jaksel) yang menolak praperadilannya. Menurut Ravio, keputusan hakim tunggal Nazar Effriandi tak memberikan rasa adil bagi dirinya yang menjadi korban kriminalisasi, dan aksi salah tangkap pihak kepolisian.
Namun, Ravio mengaku, tak kaget dengan penolakan praperadilan tersebut. “Kecewa ya kecewa. Tetapi, saya dari awal, memang tidak punya ekspektasi yang tinggi terhadap praperadilan ini,” ujar dia di PN Jaksel, Selasa (14/7).
“Saya nggak kaget dengan keputusan ini, karena memang hakim sejak awal praperadilan, sudah menampakkan ketidaknetralan,” ujar dia.
Ravio menerangkan, ada sejumlah kejanggalan selama proses praperadilan yang ia ajukan bersama tim pengacara Koalisi Tolak Rekayasa dan Kriminalisasi Kasus. Beberapa di antara kejanggalan itu, kata Ravio, penawaran hakim atas proses praperadilan yang ia ajukan.
“Dalam catatan saya, (selama sidang praperadilan), 28 kali hakim menawarkan perdamaian,” ungkap Ravio.
Menurut dia, tawaran perdamaian dari hakim tersebut tak mahfum dilakukan. Ravio berpendapat, semestinya yang menawarkan perdamaian, pihak kepolisian atau termohon praperadilan.
Kejanggalan lainnya, hakim yang menolak seluruh argumentasi dan pembuktian yang dilakukan olehnya bersama kuasa hukum terkait objek gugatan praperadilan. Menurut dia, tak semestinya hakim hanya mengacu pada pembuktian-pembuktian formal berupa dokumen adminstrasi yang diajukan kepolisian dalam praperadilan.
Padahal, menurut dia, bukti-bukti administrasi tersebut, dapat dimanipulasi keabsahannya. “Hal-hal semacam itu banyak kita temukan, dan sepertinya hakim mengabaikan bukti-bukti ini,” terang Ravio.
Meski mengaku kecewa dengan putusan praperadilan, Ravio tak punya pilihan selain taat pada proses penyelidikan kasusnya. “Untuk proses selanjutnya, saya harus berkonsultasi dulu dengan teman-teman dari koalisi,” kata Ravio.
PN Jaksel menolak gugatan praperadilan yang diajukan Ravio. Hakim tunggal Nazar Effriandi dalam putusannya, menolak seluruh permohonan yang diajukan. Hakim mengatakan Ravio dan kuasa hukumnya, tak dapat memberikan bukti-bukti formil atas objek gugatan.
Sebaliknya, hakim sepandapat dengan jawaban termohon praperadilan, yakni dari kepolisian Polda Metro Jaya yang memberikan mampu memberikan bukti-bukti administratif terkait objek gugatan praperadilan Ravio, dan kawan-kawan. “Mengadili, menolak permohonan pemohon seluruhnya,” begitu putusan Hakim Nazar Effriandi, di PN Jaksel, Selasa (14/7).
Gugatan praperadilan ajuan Ravio, berawal dari aksi penangkapan yang dilakukan oleh kepolisian terhadapnya. Ravio ditangkap pada 22 April di rumah indekosnya, di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat (Jakpus).
Penangkapan tersebut, terkait dengan tulisan di media sosial Ravio, yang menyerukan aksi kerusuhan nasional, berupa vandalisme, dan penjarahan toko-toko serempak pada 30 April. Dalam pembelaannya, Ravio mengaku cuitan tersebut bukan miliknya, melainkan pihak ketiga yang berhasil meretas akun media sosial miliknya lewat pengambilalihan nomor telefon seluler miliknya.