Rabu 08 Apr 2020 04:23 WIB

Mutasi Perwira Tinggi untuk Kita Renungkan

Abiturien dari Akademi TNI letting 1986 terus mendominasi elite militer hingga 2020.

Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kedua kiri) didampingi Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kedua kanan), KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa (kanan) dan Danjen Kopassus Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa menghadiri peringatan HUT Ke-67 Kopassus di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Rabu (24/4/2019).
Foto: Tabel Republika
Tabel Jenderal di AD

Stagnan

Pembinaan karier (binkar) mesti dilakukan dengan seleksi yang tepat dan objektif. Supaya perwira memiliki kesempatan yang sama dan seadil-adilnya dalam mengembangkan karier di lingkungan TNI. Objektivitas itu meliputi beberapa aspek. Di antaranya, penugasan, promosi jabatan, kenaikan pangkat, dan kesempatan menempuh pendidikan berjenjang sesuai jalur karier yang ditempuhnya.

Namun, pembinaan karier saat ini, dirasakan belum memperhatikan aspek pengabdian secara objektif. Bahkan, kondisi pembinaan karier perwira saat ini dirasakan stagnan. Hal ini karena jumlah perwira yang eligible (memenuhi syarat) dihadapkan dengan ruang jabatan yang tidak seimbang.

Untuk itu, diperlukan seleksi yang tepat dan objektif agar setiap perwira dapat mengembangkan karier hingga mencapai ‘level top manajer’ di lingkungan TNI. Perlu penerapan pola pembinaan karier perwira dengan selektif dan terukur. Didukung parameter yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan tingkat objektivitasnya. 

Terkait dengan jabatan. Jabatan adalah penugasan perwira dalam suatu posisi tertentu. Sebagai bentuk kepercayaan pimpinan kepada seorang perwira. Termasuk akibat yang harus ditanggung yang bersangkutan. Penempatan dalam suatu jabatan harus dapat mengembangkan potensi yang bersangkutan. Jabatan harus disesuaikan dengan kemampuannya.

Begitu juga dengan penugasan. Penugasan mengakibatkan perubahan jabatan. Terdiri atas giliran penugasan jabatan (tour of duty) dan giliran daerah penugasan (tour of area). Di situlah perwira menjalankan peranannya sebagai pemimpin, pemikir, pemrakarsa, penggerak, penentu, dan penanggung jawab keberhasilan pelaksanaan tugas.

Totalitas kepemimpinannya mewarnai organisasi secara keseluruhan. Baik mutu, efektivitas, efisiensi, maupun kepribadian. Diperlukan pengetahuan yang luas dan pengalaman yang cukup.

Jadi, pola dasar karier perwira merupakan suatu rancangan yang menggambarkan secara umum perkembangan karier seorang perwira. Mulai saat pengangkatan sampai akhir masa dinasnya. Setiap perwira melewati spesialisasi dasar, spesialisasi lanjutan, dan spesialisasi khusus. 

Kompetensi

Organisasi TNI dalam pelaksanaan tugasnya memerlukan pengawak organisasi yang "the right man on the right place". Artinya, setiap personel harus ditempatkan pada jabatan sesuai kemampuannya. 

Untuk mewujudkannya, perlu ada manajemen personel berbasis kompetensi, yakni tingkat kemampuan personel harus sesuai persyaratan kompetensi pada jabatan yang akan ditempati untuk jabatan. Uji kompetensi dilaksanakan karena TNI dihadapkan dengan banyaknya perwira yang eligible (memenuhi syarat) untuk memperoleh perwira terbaik dalam mengisi jabatan.

Pelaksanaan penilaian kompetensi jabatan perwira dapat ditinjau dari empat aspek, yakni: 1) aspek pengetahuan atau kognitif; 2) aspek keterampilan atau motorik; 3) aspek sikap (attitude), nilai, dan minat (afektif); serta 4) aspek psikologi.

Empat aspek tersebut harus dikaitkan dengan riwayat jabatan dan riwayat pendidikan yang bersangkutan. Sehingga diharapkan dapat menempatkan seorang perwira pada jabatan yang tepat sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Baik pada jabatan komandan satuan maupun jabatan staf.

Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pembinaan karier, penempatan perwira harus tepat pada jabatan yang tepat. Dilakukan melalui klasifikasi yang tepat pula.

Jadi, pembinaan karier tidak boleh diwarnai semangat ‘kesetiakawanan’ (satu letting), tapi tidak pada ruang dan tempatnya. Konsep penempatan dalam jabatan dan pangkat, berpegang pada pola pembinaan berbasis kompetensi. Bukan, perkoncoan, primordialisme, ‘like and dislike’, serta kedekatan semata tanpa melihat faktor kapasitas sumber daya manusianya.

photo
Tabel Jenderal di AD - (Tabel Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement