Jumat 03 Apr 2020 21:36 WIB

Pemerintah Diminta Segera Atur Kriteria dan Pelaksanaan PSBB

Kriteria dan aturan pelaksanaan teknis PSBB belum diatur dalam peraturan pemerintah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Arus kendaraan di Jalan Bhayangkara Kota Sukabumi dialihkan mulai dari Simpang Karamat dan Gang Isnen dalam rangka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19, Jumat (3/4). Kriteria dan aturan pelaksanaan teknis PSBB dinilai belum rinci diatur dalam peraturan pemerintah.
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Arus kendaraan di Jalan Bhayangkara Kota Sukabumi dialihkan mulai dari Simpang Karamat dan Gang Isnen dalam rangka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19, Jumat (3/4). Kriteria dan aturan pelaksanaan teknis PSBB dinilai belum rinci diatur dalam peraturan pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarif menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih terdapat banyak kekurangan. Salah satunya, dalam PP tersebut tidak dijelaskan tentang kriteria dan pelaksanaan teknis PSBB di suatu daerah.

"Jadi sebenarnya aturan kriteria dan pelaksanaan dari PSBB itu belum ada. Undang-undang mengamanatkan kita membentuk PP untuk itu, tapi memang sampai sekarang belum diatur,” kata Fitriani dalam diskusi streaming FKUI Peduli Covid-19, Jumat (3/4).

Baca Juga

Menurut Fitriani, PP tentang kriteria dan pelaksanaan PSBB penting dirancang untuk menjelaskan secara terperinci kegiatan apa yang harus dibatasi, bahkan dilarang selama PSBB. Jika tidak diatur secara detail, maka semua orang akan membuat kebijakannya sendiri-sendiri.

“Misalnya atur kriteria pekerjaan. Perawat, dokter pasti gak bisa kerja dari rumah (WFH), nah perusahaan apa yang harus WFH, itu harus ditetapkan kriterianya. Bahaya kalau tidak ada ketegasan dari pemerintah," kata Fitriani.

Jika kriteria dan pelaksanaan PSBB tersedia, maka konsekuensi hukumnya akan semakin lugas. Terlebi,h saat ini PP tentang PSBB dan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sudah diteken pada Selasa (31/3).

Artinya, menurut Fitriani, dengan aturan itu, pemerintah memiliki landasan hukum yang kuat, sehingga bisa lebih efektif dalam menginstruksikan masyarakat untuk tunduk pada aturan PSBB. Pemerintah juga sah menggunakan sanksi pidana sebagai konsekuensi hukum bagi mereka yang melanggar.

"Sesuai Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan, siapapun pihak yang tidak mematuhi penyelenggaraan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak sebesar Rp 100 juta," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement