Kamis 19 Mar 2020 21:54 WIB

Omnibus Law Dituntut Miliki Kajian Akademik yang Jelas

Pro-kontra omnibus law dinilai karena adanya ketidakjelasan informasi ke publik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Kontroversi omnibus law (Ilustrasi)(Republika)
Foto: Republika
Kontroversi omnibus law (Ilustrasi)(Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar meminta Omnibus Law agar memiliki kajian akademik yang jelas. Dia mengatakan, masih ada beberapa hal yang perlu disoroti dari RUU tersebut.

"Yaitu sisi formalnya, proses dari sisi materialnya, dan substansialnya," kata Timboel Siregar dalam keterangan di Jakarta, Kamis (19/3).

Baca Juga

Dia mengatakan, saat ini terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat berkaitan dengan RUU itu. Menurutnya, hal tersebut karena adanya ketidakjelasan informasi ke publik hingga akhirnya menimbulkan simpang siur dan kebingungan.

Padahal, dia menilai, Omnibus Law Cipta Kerja dan Perpajakan memiliki tujuan untuk menumbuhkan ekonomi. Dia mengatakan, salah satu kunci dari perkembangan itu adalah kemudahan berinvestasi.

“Jadi memang Cipta Kerja ini kan kalau mau analisa jadinya bagaimana merespon situasi ekonomi yang semakin kompetitif dan adanya tuntutan ekonomis secara global," katanya.

Dia mengaku melihat ada pergeseran fokus dari kemanusiaan menjadi pertumbuhan ekonomi dan investasi. Dia mengatakan, kedua hal itu juga disebutkan dalam naskah akademik RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,6 hingga tujuh persen. Menurutnya, pertumbuhan itu memungkinkan penyerapan tenaga kerja baru mencapai 2,6 juta sampai 3 juta orang pertahun.

"Lima tahun pertama ini, rata rata hanya 2 juta lapangan kerja per tahun sementara peningkatan lapangan kerja dibutuhkan untuk mengurangi tingkat pengangguran," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement