REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menggelar persidangan in absentia untuk kasus suap proses PAW anggota DPR terpilih, dengan tersangka Harun Masiku. Namun, Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai proses mengadili tanpa menghadirkan mantan caleg PDIP itu tidak tepat.
"Untuk saat ini rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Harun Masiku dan Nurhadi dengan metode in absentia, sebab sampai hari ini publik tidak pernah melihat adanya keseriusan dan kemauan dari Pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap kedua buron tersebut," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi, Jumat (6/3).
Kurnia tak menampik bila pada dasarnya Pasal 38 ayat (1) UU Tipikor memang membuka celah bagi KPK untuk tetap melimpahkan berkas ke persidangan tanpa kehadiran terdakwa atau in absentia. Namun, Kurnia melanjutkan penting untuk diingat bahwa pasal tersebut dapat digunakan dengan syarat khusus yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan.
Menanggapi kritikan ICW, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menegaskan segala upaya telah dilakukan KPK. "Kami merasa begini, bahwa upaya secara maksimal tetap akan kita lakukan baik tertangkap ataupun ditemukan sesusah persidangan, itu menjadi bagian dari profil KPK tidak kemudian akan menunggu tertangkap terlebih dahulu," ujar Ghufron di Gedung KPK, Jumat (6/3).
Ia pun menyebut persidangan merupakan tempat para terdakwa untuk membela diri. Sehingga, bila para terdakwa tidak juga menyerahkan diri maka mereka tidak menggunakan haknya.
"Artinya, keberadaannya mau ada atau tidak yang jelas itu adalah hak dia untuk membela. kemudian kalau dia tidak ada, sekali lagi itu berarti tersangka atau terdakwa tidak gunakan haknya untuk membela diri," jelasnya.
"Dalam prespektif pihak lain kalau itu tidak serius, ya kami tidak komentar atas itu. yang jelas kami akan lakukan sesuai dengan prosedur bahwa kalau sudah lengkap berkasnya, kami akan serahkan ke pengadipan dan kemudian akan kami sidangkan baik ada maupun tidak ada terdakwa," ujarnya.
Ia kembali menegaskan bahwa saat ini KPK berkomitmen untuk terus memburu para tersangka yang berstatus buron. "Sebagaimana kami sampaikan kemarin, komitmen kami bahwa kami telah membentuk tim pencari yg spesial untuk mengejar DPO tersebut di Indonesia," tegasnya.
Dalam perkara ini, lembaga antirasuah KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan; mantan Caleg PDIP, Harun Masiku; eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful (swasta). Harun diduga menyuap Wahyu dengan uang Rp900 juta. Dari keempat orang tersangka, hanya Harun yang belum ditangkap dan masih menjadi buron KPK.