REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menduga ada kesalahan komunikasi dalam penulisan draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Pasal 170 Ayat (1) itu disebutkan bahwa Presiden akan diberikan kewenangan untuk mengubah UU lewat Peraturan Pemerintah (PP).
"Jadi mungkin drafter yang kebagian pasal itu, yang saya bilang mungkin dia agak misunderstood instruction-nya gitu kan pasal itu berbicara mengenai apa... Saya menduga, ya mungkin dia salah, karena gini, saya juga sudah tanya pak Airlangga, dan pak Airlangga juga bilang gak pernah kita ngomong seperti itu," ujar Dini di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat (21/2).
Dini menilai, tak ada kesalahan tik dalam draf tersebut. Yang ada hanyalah kesalahpahaman antara penulis draf dengan pengarahnya. Ia mengatakan, dalam ilmu hukum jelas disebutkan bahwa undang-undang hanya bisa diubah dengan undang-undang, bukan melalui peraturan pemerintah (PP).
Sementara itu PP merupakan peraturan pelaksana untuk menjabarkan lebih rinci terkait hal yang diatur di dalam sebuah undang-undang. "Jadi undang-undang sebagai lex generalisnya gitu kan, PP secara lex specialisnya," tambahnya.
Menurut Dini, tak ada arahan dari Menko Perekonomian untuk menjadikan Presiden menjadi pemimpin yang otoriter melalui RUU Omnibus Law ini. Karena itu, ia menduga kesalahan penulisan di dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini disebabkan oleh miskomunikasi.
"Makanya saya menduga itu ada miskomunikasi atau instruksi yang mungkin kurang dipahami dengan benar. Mungkin, gimana bisa jadi satu pasal, kalimatnya rapi," jelas Dini.
Pernyataan itu berbeda dengan informasi dari Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut Omnibus Law RUU Cipta Kerja salah tik.
"Isi UU diganti dengan PP, diganti dengan Perpres itu tidak bisa. Mungkin itu (Pasal 170 Bab XIII Omnibus Law Cipta Kerja) keliru ketik," ujar Mahfud usai melakukan kegiatan di Universitas Indonesia, Depok, Senin (17/2).