REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai kesehatan perusahaan BUMN dalam menjalankan kebijakan pemerintah harus terus dijaga. Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan pemerintah harus membedakan perusahaan BUMN yang bertugas melayani publik dan menjalankan penugasan pemerintah agar tidak membebani perusahaan. Herman mengambil contoh yang sedang hangat mengenai penurunan harga gas menjadi 6 dolar AS per MMBTU.
"Jika ada kemudian BUMN yang diposisikan untuk pelayanan publik, bahkan untuk penugasan pemerintah," ujar Herman saat rapat kerja Kementerian BUMN dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/2).
Herman mencontohkan rencana penurunan harga gas menjadi 6 dolar AS per MMBTU pada tingkat konsumen industri akan memberatkan jika dibebankan ke PGN selaku perusahaan yang bertugas mendistribusikan gas pipa.
"Contoh PGN menekan 6 dolar AS, itu sudah rontok (sahamnya), tapi PGN ini sudah rontok duluan," kata Herman.
Herman meminta pemerintah melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan menugaskan perusahaan BUMN agar tidak membebankan perusahaan.
"Yang saya minta ini dibicarakan dulu lah di tingkat kementerian, dalam pandangan saya ini dikaji dulu. Mana yang perlu penugasan, mana yang tidak," ucap Herman.
Anggota Komisi VI dari Fraksi PKS Amin AK mengatakan pembenahan perusahaan BUMN perlu dilakukan secara masif supaya kinerja keuangan perusahaan membaik. Dengan begitu, pendapatan negara dari perusahaan BUMN Meningkat signifikan.
"Saya yakin kalau pembenahan yang dilakukan itu sangat radikal, menyentuh aspek-aspek yang menyentuh BUMN saya yakin dividen terhadap penerimaan negara itu nanti benar-benar diperhatikan pak, supaya terlihat signifikan," kata Herman.
Pembenahan BUMN memang menjadi fokus Menteri BUMN Erick Thohir. Erick mengatakan Kementerian BUMN melakukan pendekatan manajemen portofolio BUMN dengan empat kategori yakni surplus creators di mana BUMN yang fokus menghasilkan nilai ekonomi dan memberikan nilai tambah bagi bangsa, Welfare creators bagi BUMN yang fokus utama pada pelayanan publik, strategic value yang merupakan BUMN yang bertugas memberikan nilai ekonomi sekaligus memberikan pelayanan publik, dan dead weight bagi BUMN yang tidak memiliki nilai ekonomi dan pelayanan publik.
Erick mengambil contoh dua BUMN seperti perusahaan industri sandang dan nusantara dan Kertas Kraft Aceh yang tidak maksimal dalam nilai ekonomi maupun pelayanan publik.
"Ini masuk ke kategori ini akan diputuskan, salah disehatkan, diperbaiki, tapi mohon kerendahan hati kalau harus dilikudiasi," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/2).