Rabu 12 Feb 2020 14:44 WIB

WNI Eks ISIS Ditangkal, Bagaimana Nasib Anak-Anak Mereka?

Pemerintah telah menegaskan untuk tidak memulangkan eks kombatan ISIS ke Tanah Air.

Menko Polhukam Mahfud MD (kiri). (ilustrasi)
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menko Polhukam Mahfud MD (kiri). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Dessy Suciati Saputri, Ali Mansur

Pemerintah tidak membuat opsi lain terkait nasib warga megara Indonesia (WNI) yang menjadi foreigner terrorist fighters (FTF) atau eks kombatan ISI, termasuk proses hukumnya. Pemerintah tidak akan memulangkan mereka ke Tanah Air.

Baca Juga

"Ndak ada (opsi), wong mereka pergi dari sini mau diapain? Kita tidak tahu mereka siapanya," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (12/2).

Menurut Mahfud, mereka tidak melapor kepada pemerintah Indonesia. Pemerintah mendapatkan informasi tentang keberadaan mereka dari laporan-laporan temuan yang diberikan oleh otoritas maupun lembaga internasional terkait.

"Mereka kan tidak lapor, hanya ditemukan oleh orang luar, yang menemukan kan CIA, ICRC, ini ada orang Indonesia. Kita juga ndak tahu apanya. Paspornya sudah dibakar, terus mau diapain?" kata dia.

Ia menjelaskan, tim verifikasi dari pemerintah Indonesia tidak dapat bertemu dengan mereka. Bukan karena tidak diperbolehkan oleh otoritas terkait, tapi karena para FTF itu yang mengindar dari pemerintah Indonesia dan mereka tak pernah menampakan diri.

"Mereka kan ndak pernah menampakkan diri. Paspornya dibakar. Itu kan hanya laporan. Bahwa ada itu. Lalu ada isu-isu mereka ingin pulang. Siapa? Ndak ada. Minta pulang ke siapa? Itu laporan kok," jelas dia.

Mahfud juga menjelaskan alasan orang-orang yang menjadi teroris tidak akan dipulangkan oleh pemerintah. Keberadaan mereka dinilai dapat membahayakan masyarakat.

"Satu, menjamin rasa aman bagi 267 juta warga negara yang hidup di Indonesia. Harus dilindungi. Negara tidak boleh ada teroris. Kedua, tidak memulangkan fighter, kombatan, yang tergabung dalam FTF di beberapa negara," jelas Mahfud di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (12/2).

Mahfud menjelaskan, sikap berbeda akan dilakukan terhadap orang-orang yang terlantar di luar negeri dan bukan teroris. Mereka dapat melapor kepada kedutaan Indonesia di negara mereka masing-masing untuk kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah.

"Tetapi kalau memang ada orang terlantar dan itu bukan teroris, pasti dilindungi oleh negara," jelasnya.

Ia mempersilakan jika memang ada anak-anak dari FTF itu yang hendak melapor ke kedutaan. Sejauh ini, kata Mahfud, pemerintah belum menerima laporan-laporan terkait itu.

Mahfud juga mengaku, pemerintah tidak pernah menerima permintaan pulang dari para FTF itu. Pemerintah hanya mendapatkan laporan dari otoritas maupun organisasi internasional terkait tentang keberadaan mereka.

"Ya kalau ada. Silakan saja lapor. Ini ndak ada. Hanya ada laporan, dari pihak luar, bukan dari Indonesia. Indonesia sendiri sudah mencari ke sana. Sumbernya juga tidak pernah langsung ketemu orangnya," kata Mahfud.

Mahfudmenegaskan pemerintah akan menangkap WNI eks ISIS yang kembali ke Tanah Air melalui 'jalur tikus' atau jalan-jalan yang tak diketahui. Mahfud pun menyebut, pemerintah juga telah menyiapkan berbagai upaya untuk menangkal kepulangan mereka ke Tanah Air.

"Kalau lewat jalur tikus ya ditangkap dong," ujar Mahfud di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (12/2).

Namun, menurut Mahfud, yang menjadi masalah utama yakni jika mereka menyembunyikan paspor kemudian kembali ke Indonesia melalui negara bebas visa. Kendati demikian, ia juga menegaskan masalah ini juga sudah diantisipasi oleh pemerintah.

"Yang problem itu kalau mereka ada yang menyembunyikan paspor, bilang paspornya cuma pura-pura dibakar, lalu lewat jalur-jalur gelap itu melalui negara yang bebas visa untuk masuk ke Indonesia," jelas dia.

Menurut Mahfud, sebanyak 689 WNI teridentifikasi tergabung menjadi teroris lintas batas di Timur Tengah. Data tersebut berasal baik dari BNPT, BIN, dan juga CIA.

"Jadi bukan data tunggal, sehingga yang terkonfirmasi itu 689. Kita punya, ada yang 1.300, ada yang 1.400. Kita punya itu yang terkonfirmasi. Kemarin angka yang bisa dipertanggungjawabkan 689," ucapnya.

[video] Tolak WNI Eks ISIS, Said Aqil Kutip Surat Al Ahzab

Nasib anak-anak

Bagi anak-anak WNI yang menjadi kombatan ISIS, Mahfud mempersilakan untuk melapor ke pemerintah. Pemerintah masih mempertimbangkan untuk memulangkan anak-anak WNI eks kombatan ISIS.

"Kalau anak-anak itu bukan deradikalisasi karena belum terpapar. Kalau umur 10 tahun belum ngerti, tapi istilah UU di-kontra radikalisasi. Kalau sudah terpapar atau terpidana itu deradikalisasi. Kalau anak-anak itu kontra (radikalisasi)," ujar Mahfud.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai, anak-anak itu menjadi kombatan ISIS atau tentara perang adalah bentuk pelanggaran terhadap anak. Hal ini sebagai mana termaktub dalam konvensi atau kovenan hak terhadap anak.

"Orang tua membawa anak-anak ke ikut ke ISIS dan diajarkan paham-paham radikal dan diajarkan menghilangkan identitas itu adalah pelanggaran terhadap hak anak," ujar Sirait saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (12/2).

Namun, Sirait menegaskan anak-anak eks kombatan ISIS adalah korban. Sehingga negara wajib melindungi mereka.

"Apa yang saya sampaikan anak ini adalah korban. Oleh karena itu kalau anak adalah korban maka dia harus dilindungi oleh negara," jelas Sirait.

Sirait yakin, anak-anak itu ikut meninggalkan Indonesia untuk bergabung dengan ISIS dan membakar paspor bukanlah inisiasi dari anak itu sendiri. Tetapi atas inisiasi dari orang tuanya.

"Jadi kalau ada anak yang dilibatkan sekarang ini di Suriah misalnya itu harus ditempatkan anak sebagai korban dari orang dewasa yang mengajari mereka," tegas Sirait.

Maka dengan demikian, kata Sirait, negara harus memberikan perlindungan terhadap anak itu. Salah satu bentuk perlindungannya adalah dengan deradikalisasi terhadap anak.

"Diterima (dipulangkan) atau tidak oleh negara dalam hal ini pemerintah pemerintah itu adalah urusan negara. Saya tidak dalam posisi dipulangkan atau tidak dikembalikan tapi posisinya adalah bawa itu pelanggaran terhadap anak-anak itu harus menjadi pertimbangan," tambahnya.

Selanjutnya, kata Sirait, kalau misalnya anak-anak itu sudah tidak memiliki kewarganegaraan negara tetap harus melindunginya. Bahkan jika tetap dipulangkan, sementara orang tuanya tidak dipulangkan tetap saja tetap harus dilindungi. Sekalipun posisi anak adalah salah tetap negara harus melindunginya dan itu tercatat dalam hukum internasional.

Kemudian jika dipulangkan ke tanah air, anak-anak WNI eks ISIS harus dilakukan deradikalisasi hingga steril dari paham-paham yang diajarkan ISIS. Namun, ia meminta agar pemerintah terlebih dulu melakukan profelling dengan teliti. Jangan sampai ada anak, ketika di Suriah tidak pernah berbuat apa-apa tapi tetap dideradikalisasi.

"Setelah selesai deradikalisasi dan steril dari paham tesrsebut. Jika kebetulan anak itu tidak memiliki orang tua dan saudara di Indonesia, maka pemerintah Indonesia wajib hukum melindungi anak-anak tersebut," tutup Sirait.

photo
Situs yang Dihancurkan ISIS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement