REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduga, krisis gagal bayar asuransi Jiwasraya bisa saja hanya setitik dari krisis keuangan yang lebih besar. Ia menduga, Jiwasraya merupakan puncak dari gunung es krisis keuangan di Indonesia.
"Bisa saja kasus Jiwasraya ini ibarat sebuah “puncak dari gunung es”. Nampak kecil di atas permukaan, ternyata besar yang tidak kelihatan," kata Ketua Umum Partai Demokrat itu. Pernyataan SBY itu disampaikan melalui unggahan di status Facebook-nya pada Senin (27/1) kemarin.
Dugaan SBY ini menyusul terjadinya krisis besar di Jiwasraya ini. Selain itu, informasi yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa sejumlah BUMN yang lain juga mengalami permasalahan yang relatif serius, misalnya Asabri misalnya.
Kendati demikian, SBY juga menyebut, Jiwasraya ini bisa menjadi pintu gerbang untuk mencegah krisis keuangan yang lebih besar. SBY menilai, inilah saatnya negara melakukan koreksi besar. "Melakukan perbaikan total. Atau bahkan bersih-bersih," ujar dia.
Menurut SBY, bila secara kumulatif kerugian negara mencapai jumlah puluhan triliun, maka krisis itu sudah tergolong krisis besar. Bahkan, menurut SBY, krisis itu sangat bisa bersifat sistemik, terstruktur dan masif.
SBY pun mengamini apa yang dikatakan oleh BPK bahwa krisis keuangan Jiwasraya ini bersifat sistemik dan gigantic. Jika setelah dilakukan penyelidikan yang serius dan komprehensif ternyata ditemukan kesamaan modus penggelapan uang rakyat maka menurut SBY negara tidak boleh menyepelekan kasus-kasus penyimpangan ini.
Apalagi, jika ternyata otak dan operatornya berasal dari kelompok yang sama. Bahkan, jika kecerobohan dan penyimpangan itu dilakukan dengan metodologi yang sama.
"Bagaimana jika modus investasi di “saham gorengan” ini juga terjadi di lembaga asuransi atau menyangkut dana pensiun di lembaga-lembaga yang lain," kata diM
SBY khawatir, jika ternyata modus serupa juga terjadi di Asabri yang potensi kerugiannya disebut mencapai 10 hingga 16 triliun rupiah. Ia juga khawatir hal serupa terjadi di PT. Taspen yang diinformasikan memiliki pertumbuhan investasi saham minus 23% dalam dua tahun terakhir.
"Mudah-mudahan informasi yang sangat mencemaskan ini tidak benar adanya. Artinya apa yang berkembang di masyarakat luas itu tidak benar," ujar SBY dalam unggahan yang disukai hingga 3,7 ribu pengguna Facebook.
Benar atau tidaknya, kata SBY, hanya dapat diketahui jika pemeriksaan dan penyelidikan terhadap kasus-kasus ini dilakukan secara open, transparant and comprehensive. Menurut SBY, masalah menjadi lebih serius jika ternyata keserampangan dan juga penyimpangan pengelolaan keuangan korporat ini terjadi di BUMN-BUMN lain.
SBY khawatir, kasus ini bukan hanya terjadi lembaga asuransi dan dana pensiun semata. "Ingat aset BUMN secara nasional lebih dari 8.000 triliun rupiah. Jangan sampai negara dan rakyat “kecolongan” bahwa miliknya banyak yang telah “raib”. Raib karena ketidakberesan dan penyimpangan yang terjadi di perusahaan-perusahaan itu," ujar SBY.
Karena itu, SBY menilai saatnya telah tiba untuk melakukan koreksi dan perbaikan total. Membiarkan penyimpangan seperti ini terjadi, menurut dia adalah sebuah kejahatan.Jika ternyata jumlah kerugian keuangan negara itu sedemikian besarnya maka SBY menilai tindakan yang tegas dan tuntas harus dilakukan.
SBY pun meyakini Presiden RI Joko Widodo ingin penyimpangan-penyimpangan serius ini bisa diungkap secara total, dan yang bersalah diberikan sanksi yang adil. Ia menyakini, Jokowi tidak ingin menyimpan banyak “bom waktu”.
"Bom waktu yang setiap saat bisa meledak dan mengakibatkan terjadinya krisis besar. Pasti pula presiden kita ingin mengakhiri masa jabatannya dengan baik dan tidak membiarkan terjadinya skandal-skandal berskala besar yang sangat melukai hati rakyat kita," ujar Susilo Bambang Yudhoyono.