REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tak menampik rentetan dua operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) sudah berproses dari pimpinan sebelumnya dan UU KPK yang lama. Kendati demikian, kata dia, tak ada masalah hukum.
"Proses penyadapannya sudah lama itu sudah pasti ya karena tudak cukup dua bulan menyadap orang sampai OTT. Jadi tidak apa-apa, enggak ada masalah hukum," ujar Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/1).
Namun, menurut Mahfud, dua OTT itu tetap di bawah tanggung jawab dewan pengawas dan pimpinan KPK periode 2019-2023. Ia menegaskan, berdasarkan asumsi hukumnya, kedua OTT ini sudah di bawah tanggung jawab pimpinan dan dewas yang sekarang.
"Sehingga perintah dan persetujuan pengintipan berdasar undang-undang yang lama itu berlaku tetapi ini harus menjadi tanggung jawab dan diumumkan oleh yang sekarang," kata Mahfud.
Ia mengatakan, proses hingga sampai ke penangkapan itu memang pasti memakan waktu lama. Misalnya lanjut dia, proses penyadapan membutuhkan waktu tak cukup dua bulan saja.
"Bahwa proses penyadapannya sudah lama itu sudah pasti ya karena tidak cukup dua bulan menyadap orang sampai OTT. Jadi tidak apa-apa, enggak ada masalah hukum," tutur Mahfud.
Sebelumnya, anggota Dewan Pengawas Dewas) KPK Syamsuddin Haris menyatakan, dua operasi tangkap tangan (OTT) beruntun yang dilakukan KPK masih menggunakan prosedur dari Undang-Undang KPK yang lama. OTT KPK itu terhadap Bupati Sidoarjo dan Komisioner KPU RI.
"Terkait OTT KPK di Sidoarjo maupun komisioner KPU tidak ada permintaan izin penyadapan kepada Dewas. KPK masih menggunakan prosedur UU yang lama," kata Haris saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Ia pun menyatakan sangat memungkinkan jika proses penyelidikan dan penyadapan terhadap dua OTT tersebut sudah berlangsung sejak pimpinan KPK jilid IV. "Sangat mungkin penyelidikan dan penyadapan sudah berlangsung sejak kepimpinan KPK jilid IV (Pak Agus cs)," kata dia.
Selain itu, ia juga menyinggung soal Dewas yang belum memiliki Organ Pelaksana seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 sehingga ia tak mempermasalahkan dua OTT tersebut tanpa seizin Dewas.