REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penembakan yang dilakukan oleh anak Bupati Majalengka Irfan Nur Alam telah diputus oleh Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Majalengka, Jawa Barat. Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/12) Irfan didakwa pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan korbannya luka dan dijatuhi hukuman kurungan selama dua bulan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyebut tuntutan itu terlalu ringan. Tuntutan itu dikhawatirkan tidak menimbulkan efek jera bahkan, memberikan preseden buruk terhadap kasus serupa di masa mendatang.
”Menurut saya, putusan ini merupakan preseden buruk karena dakwaannya terlalu ringan. Akan sulit memunculkan efek jera pada pelaku dan pelanggar aturan serupa jika hukumannya cuma dua bulan,” kata Sahroni kepada wartawan, Sabtu (28/12).
Legislator asal Tanjung Priok, Jakarta Utara itu juga menyebut, dengan maraknya penyalahgunaan senjata api akhir-akhir ini, seharusnya penegakan hukum secara tegas diperlukan. Sehingga, kejadian yang sama tidak terulang.
”Kalau putusannya ringan begini, dikhawatirkan penggunaan senjata api secara sembarangan akan makin marak. Ya masa cuma dua bulan? Nanti orang sedikit-sedikit nembak,” ujar politikus Nasdem itu.
Sahroni menambahkan, salah satu prinsip hukum adalah untuk memunculkan efek jera pada pelakunya. Namun dengan hukuman yang hanya dua bulan, dia meyakini, tidak hanya efek jeranya yang kurang namun juga akan memunculkan kesan di masyarakat penyalahgunaan senjata api hanya dihukum ringan.
”Kalau begini, jangan-jangan kasus sopir Lamborghini bisa saja demikian ringannya, jadi semua orang yang memegang senjata bisa seenaknya nembak atau ngancam orang karena setelah diproses hukum, hukumannya paling cuma dua bulan,” ujar dia.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (JPU Kejari) Majalengka menuntut Irfan Nur Alam, terdakwa kasus penembakan terhadap kontraktor, dengan hukuman dua bulan penjara. Anak Bupati Majalengka itu didakwa dengan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan korban terluka.