REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Lilis Sri Handayani dan Arif Satrio Nugroho
MAJALENGKA -- Irfan Nur Alam, anak dari Bupati Majalengka, Karna Sobahi, divonis hukuman penjara 1 bulan 15 hari. Terdakwa dinilai melanggar Pasal 360 KUHPidana tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain terluka.
Vonis itu dijatuhkan oleh majelis hakim dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) setempat, Senin (30/12). Selain vonis penjara, majelis hakim yang diketuai Eti Koerniati dan hakim anggota, masing-masing Kopsah dan Didik Haryadi, juga mencabut izin kepemilikan senjata api dan memusnahkan barang buktinya.
''Terdakwa telah terbukti dengan sah melakukan kelalaian melukai orang dengan sedemikian rupa sehingga menyebabkan sakit sementara,'' ujar Eti, saat membacakan amar putusan setebal 73 halaman pada persidangan tersebut.
Eti mengungkapkan, hal yang memberatkan terdakwa adalah karena kasus itu telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Sedangkan hal yang meringankan yakni terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, mengakui perbuatannya, menyesali dan tidak akan mengulanginya kembali.
''Pelapor pun telah mencabut laporannya dan keduanya telah berdamai,'' kata Eti.
Usai membacakan putusannya, majelis hakim menanyakan kepada terdakwa dan penuntut umum apakah merasa keberatan atau menerima keputusannya. Mendapat pertanyaan itu, kedua pihak menyatakan menerimanya.
Terpisah, kuasa hukum Irfan Nur Alam, Kristiawanto, mengungkapkan dalam persidangan yang telah dilalui, banyak fakta persidangan yang selama ini tidak terungkap ke publik dan menjadi sorotan media. ''Tidak ada penerapan UU Darurat, tidak ada penodongan senjata, tidak ada hutang piutang, pengeroyokan. Dan semua itu terungkap di fakta persidangan dan bukan sebatas opini liar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,'' tegas Kristiawanto.
Kristiawanto pun meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan hakim yang sudah dibacakan. Apalagi, semua tahapan dalam sistem peradilan pidana sudah dilalui tanpa ada satupun yang terlewatkan.
''Meskipun klien adalah putra bupati Majalengka, namun tidak pernah ada campur tangan intervensi terhadap proses penegakan hukum,'' kata Kristiawanto.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (JPU Kejari) Majalengka menuntut Irfan Nur Alam hukuman dua bulan penjara. Tuntutan terhadap Irfan dibacakan dalam sidang yang digelar pada Kamis (27/12) di PN Majalengka.
Usai pembacaan tuntutan, Irfan langsung memberikan pledoi. Dalam pledoinya, terdakwa mengatakan menghormati proses hukum dan setiap tahapan yang dilalui.
"Saya melihat dan memberikan apresiasi positif kepada Yang Mulia Majelis Hakim akan kesabaran dan kebijaksanaan serta profesionalitasnya memimpin persidangan ini. Saya menyadari sepenuhnya akan penegakan hukum yang tengah berlangsung tidak hanya untuk kepentingan saya semata, akan tetapi juga untuk kepentingan hukum itu sendiri yang terbalut dalam konsep Law Enforcement," kata Irfan.
Terdakwa juga mengatakan, dalam kasus ini dia hanya bermaksud untuk membantu menyelesaikan masalah. Dia tidak menyangka jika maksudnya untuk melerai perkelahian, justru menyeretnya dalam kasus ini.
"Untung tak dapat diraih dan Malang tak dapat ditolak," ucapnya mengutip peribahasa yang menggambarkan kondisi dirinya.
Jadi Preseden
Ketika jaksa menuntut Irfan hukuman hanya dua bulan penjara, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyebut tuntutan itu terlalu ringan. Tuntutan dikhawatirkan tidak menimbulkan efek jera bahkan, memberikan preseden buruk terhadap kasus serupa di masa mendatang.
”Menurut saya, putusan ini merupakan preseden buruk karena dakwaannya terlalu ringan. Akan sulit memunculkan efek jera pada pelaku dan pelanggar aturan serupa jika hukumannya cuma dua bulan,” kata Sahroni kepada wartawan, Sabtu (28/12).
Legislator asal Tanjung Priok, Jakarta Utara itu juga menyebut, dengan maraknya penyalahgunaan senjata api akhir-akhir ini, seharusnya penegakan hukum secara tegas diperlukan. Sehingga, kejadian yang sama tidak terulang.
”Kalau putusannya ringan begini, dikhawatirkan penggunaan senjata api secara sembarangan akan makin marak. Ya masa cuma dua bulan? Nanti orang sedikit-sedikit nembak,” ujar politikus Nasdem itu.
Sahroni menambahkan, salah satu prinsip hukum adalah untuk memunculkan efek jera pada pelakunya. Namun dengan hukuman yang hanya dua bulan, dia meyakini, tidak hanya efek jeranya yang kurang namun juga akan memunculkan kesan di masyarakat penyalahgunaan senjata api hanya dihukum ringan.
”Kalau begini, jangan-jangan kasus sopir Lamborghini bisa saja demikian ringannya, jadi semua orang yang memegang senjata bisa seenaknya nembak atau ancam orang karena setelah diproses hukum, hukumannya paling cuma dua bulan,” ujar dia.
Asal Mula Kasus
Kasus penembakan yang melibatkan anak bupati Majalengka, Irfan, dilatarbelakangi masalah utang piutang. Masalah itu pun bukan berkaitan dengan kebijakan atau perizinan yang dilakukan Pemkab Majalengka.
Penegasan itu disampaikan kuasa hukum Irfan, yang terdiri dari Dadan Taufik, Diarson Lubis, Kristiwanto S dan Gunawan, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (13/11). "Jadi kami tegaskan kembali kalau insiden itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan kebijakan Pemkab Majalengka,’’ tegas Dadan.
Dadan menjelaskan, utang piutang yang dimaksud itu antara PT Laskar Makmur Sadaya dengan Panji Pamungkasandi dalam mengurusi perizinan ke Pertamina. Hal itu sesuai dengan surat perjanjian pembangunan proyek SPBU Nomor 01/SP/PEJ/I/2019 tentang Pengurusan Perizinan SPBU atas nama PT Laskar Makmur Sadaya Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka.
‘’Direkturnya adalah Danil Rezal Prilian, bukan klien kami. Dan ini pun hanya dipinjam perusahaannya oleh HW melalui AS,’’ terang Dadan.
Sementara itu, mengenai kepemilikan senjata api (senpi) yang digunakan Irfan di malam kejadian, Dadan menyatakan bahwa senpi itu legal dan memiliki izin resmi yang dikeluarkan oleh Mabes Polri. Peruntukkannya adalah membela diri.
‘’Senpi itu diperoleh melalui prosedur yang benar dimulai dari pendaftaran dan tes sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku,’’ tutur Dadan.
Dadan menambahkan, peristiwa yang terjadi di Ruko Taman Hana Sakura, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka, Ahad (10/11) pukul 23.00 WIB bukanlah faktor kesengajaan. Namun, murni insiden di luar dugaan kliennya.
‘’Penembakan yang dilakukan itu untuk melerai bentrokan fisik kedua massa (massa Iirfan dan massa Panji),’’ kata Dadan.
Dadan menambahkan, sebelum kejadian, kliennya itu berada dalam perjalanan dari Bandung menuju Majalengka. Saat itu, klienya mendapatkan kabar adanya penyerangan dari sekelompok orang yang datang ke kediamannya di Cijati Majalengka.
Guna menghindari bentrok fisik di lokasi tersebut, maka Irfan meminta agar massa yang dibawa Panji beralih ke tempat lain (Ruko Taman Hana Sakura). Saat Irfan tiba di lokasi tersebut, massa kedua kubu sudah terlibat adu jotos.
‘’Guna melerai keributan yang lebih besar, maka klien kami terpaksa mengeluarkan senpinya dan menembakannya ke atas sebagai bentuk peringatan. Tapi saat itu Panji berusaha merebutnya hingga akhirnya mengenai tangannya,’’ ujarnya.
Saat kejadian Irfan adalah seorang aparatur sipil negara (ASN), dengan jabatan Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan (Ekbang) Pemkab Majalengka. Irfan juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin) Kabupaten Majalengka.