Rabu 11 Dec 2019 21:05 WIB

Fenomena Munculnya Kobra dan Musim Kawin Tiga Bulan Lalu

Bertepatan dengan musim hujan telur kobra menetas kemudian mencari tempat hangat.

Rep: Febryan A/Nugroho Habibi/ Red: Indira Rezkisari
Sebanyak 34 ekor ular kobra ditemukan di perumahan di Citayam Bogor, Jabar. Temuan kobra bertepatan dengan masuknya musim hujan.
Foto: EPA
Sebanyak 34 ekor ular kobra ditemukan di perumahan di Citayam Bogor, Jabar. Temuan kobra bertepatan dengan masuknya musim hujan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya ular kobra di pemukiman membuat warga ketakutan. Pengamat mencatat ada siklus setiap tahun saat berbagai jenis satwa liar masuk ke permukiman padat penduduk, yang disebabkan habitatnya semakin terhimpit oleh pertumbuhan pembangunan untuk kepentingan manusia.

Pengamat satwa liar dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Boedi Setiawan, MP, drh, mengungkapkan siklus tersebut biasanya terjadi di setiap pergantian musim pada wilayah permukiman penduduk yang berbatasan dengan hutan atau habitat satwa liar. "Fenomena yang belakangan terjadi adalah masuknya kawanan ular kobra di sejumlah perkampungan di Jakarta dan Jember, Jawa Timur," ujar pengajar di Departemen Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Unair itu saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (11/12).

Baca Juga

Cak Boeseth, sapaan akrabnya, menjelaskan fenomena itu terjadi karena sekitar tiga bulan yang lalu merupakan musim kawin ular kobra. "Sekarang ini, bertepatan dengan awal musim hujan, telur-telurnya mulai menetas dan insting anak-anak ular kobra itu mencari makan sekaligus mencari kehangatan di luar habitatnya yang telah rusak akibat perkembangan pembangunan, yaitu dengan masuk ke perkampungan padat penduduk," ucapnya.

Dalam tiga bulan terakhir, berbagai jenis satwa liar diberitakan masuk ke permukiman padat penduduk di sejumlah wilayah Indonesia. Pada akhir November lalu, kawanan gajah liar diberitakan merusak 14 unit rumah penduduk di Kampung Rime Raya, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.

Gajah Sumatera liar, pada awal bulan Desember ini, juga terlihat berkeliaran di Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Seekor bekantan jantan pada bulan Oktober lalu juga diberitakan masuk ke perkampungan warga di Mantuil, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.'

Lalu puluhan ekor ular ditemukan di perumahan warga di Citayam, Bogor, Jawa Barat. Cak Boeseth memastikan ada kesalahan tata ruang yang menyebabkan berbagai satwa liar tersebut pada siklus tertentu masuk ke permukiman padat penduduk demi bertahan hidup.

"Mungkin karena pertumbuhan penduduk semakin meningkat, otomatis kebutuhan rumah juga sangat meningkat. Artinya di sini memang ada lahan-lahan yang harus dibatasi, tidak semua lahan dibuat perumahan," katanya.

Dia menekankan harus ada lahan yang dipertahankan untuk pertanian dan sebagainya. Sehingga masih menyisakan habitat untuk satwa-satwa liar, yang selama ini menjadi korban dari pertumbuhan pembangunan.

Lebih lanjut Cak Boeseth, yang juga aktivis pecinta satwa di komunitas "Wildlife Photography" Surabaya ini mengimbau jika ada kawanan satwa liar masuk ke permukiman warga agar tidak dibunuh. Warga diminta untuk menghubungi petugas di instansi perlindungan masyarakat (linmas) tiap daerah.

"Biasanya petugas ini dibantu oleh petugas pemadam kebakaran yang telah terlatih untuk mengevakuasi dan mengembalikan satwa liar yang memasuki perkampungan penduduk tersebut ke habitatnya," tuturnya.

Ketua LSM Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Benfica, menambahkan khusus ular kobra yang belakangan banyak muncul di perumahan Citayam disebabkan ular berupaya mencari area yang kering. Salah satunya area perumahan.

"Sekarang juga musim penghujan dan mereka (kobra) sedang mencari daerah yang kering," kata Benfica.

photo
Seekor bayi ular kobra. Kobra yang masih anak justru dipandang lebih berbahaya.

Temuan Kobra

Penemuan ular kobra di pemukiman warga terjadi di sejumlah daerah. Tidak hanya di Citayam, hari ini juga ditemukan sembilan ekor anak ular kobra di sekitar pemukiman warga di Cakung Barat, Kota Jakarta Timur.

Penemuan anak korbra dalam jumlah banyak itu, kata Iben, terbilang wajar. Sebab, kobra dewasa bisa menghasilkan hingga 30 telur setiap musim kawin. "Kalau dapat sarang yang bagus dan kehangatannya sesuai, maka bisa semuanya berhasil menetas," jelas dia.

Benfica menegaskan, meski masih belia, anak kobra tetap saja berbahaya. Sebab, anak korbra sudah memiliki bisa, meski jumlahnya tak sebanyak kobra dewasa.

Terlepas dari faktor biologis dan lingkungan, Iben juga menyebut kemunculan ular di pemukiman warga itu lepas dari aktivitas manusia itu sendiri. Yakni, dengan digantikannya habitat kobra menjadi area perumahan.

"Yang lagi viral di Bogor itu adalah Kobra Jawa. Habitatnya itu di sekitaran pohon-pohon bambu, mungkin juga perumahan itu dulunya pohon bambu atau banyak di sekitar nya pohon bambu," terang Benfica.

Sebagai solusi teror ular kobra ini, Benfica menyarankan agar warga bergotong royong untuk membersihkan lingkungan sekitar. "Jangan ada tumpukan batu atau barang-barang bekas yang memungkinkan ular bersarang," kata dia menyarankan.

"Jika menemukan lubang (ular), mungkin bisa melaporkannya ke pihak terkait untuk upaya pengamanan," imbuh Iben.

Satu anak ular kobra kembali ditemukan di Royal Citayam Residence, Desa Susukan, Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Hingga kini, total anak ular kobra yang ditemukan di perumaha itu telah mencapai 34 ekor.

"Tadi pukul 13.00 kembali ditemukan (anak ular kobra) dalam kondisi masih hidup," kata Ketua Paguyuban Perumahan Royal Citayam Residence, Hari Cahyo.

Cahyo menjelaskan, anak ular kobra ke 34 ditemukan di samping musholah Al-Muhajirin. Pencarian juga masih terus dilakukan oleh warga. Cahyo menjelaskan, mayoritas anak ular kobra yang ditemukan berukuran 30 centimeter. Dia mengatakan, anak ular lebih cenderung berani ketimbang induk ular.

"Anak ular yang berusia dua bulan dan panjangnya sudah mencapai 30 centimeter itu yang bahaya karena anak ular tidak takut dan bisa nenyembur," jelasnya.

Dengan bantuan komunitas reptil, Cahyo berharap, semua anak ular dan induk ular kobra dapat ditemukan. Sehingga, warga tak lagi khawatir terhadap teror anak ular kobra.

Menghalau kobra

Pakar reptil Dr Amir Hamidy mengungkapkan beberapa cara untuk mencegah agar ular kobra tidak memasuki lingkungan rumah. Salah satunya dengan cara sederhana, yaitu rajin membersihkan rumah dan mengepel lantai.

"Pencegahannya adalah buat rumah setidak nyaman mungkin untuk ular. Yang harus dilakukan pertama yaitu rajin dipel, setiap pagi harus dipel, karena pembersih lantai itu ada wangi menyengat yang sangat tidak disukai oleh ular. Kapur barus juga tidak disukai oleh ular," kata peneliti herpetologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Selanjutnya, kata Amir, tindakan pencegahan berikutnya menyingkirkan barang-barang tidak digunakan lagi yang membentuk tumpukan-tumpukan. Tumpukan kardus, kertas, batu dan genting, yang berada di sekitar rumah merupakan habitat yang disukai oleh ular untuk meletakkan telur-telurnya.

Langkah ketiga yang bisa diambil untuk mencegah ular untuk menjadikan rumah sebagai habitatnya adalah menyingkirkan sisa makanan yang ada di dapur setiap harinya. Hal itu perlu dilakukan karena sampah organik yang menumpuk akan mengundang tikus yang merupakan mangsa alami bagi ular kobra.

Menurut dia tindakan pencegahan tersebut perlu dilakukan karena kobra, yang bisa tinggal di habitat yang dekat dengan aktivitas manusia, adalah jenis ular berbisa yang dapat membahayakan bagi manusia.

Jadi, kata Amir, wajar jika populasi ular kobra meningkat saat musim hujan. Telur ular memerlukan suhu yang lembab untuk menetas dan jika suhu panas, telur akan mengering.

Hal itu diperparah karena di daerah dekat kemunculan kobra di dekat permukiman sudah tidak terdapat predator alami ular yang bisa membantu mengurangi populasinya.

"Dulu predator alaminya itu seperti elang yang merupakan predator alami ular. Kobra itu dimakan sama dia. Tapi kan hewan-hewan itu sudah kita tembak, buru," kata Amir Hamidy.

Apabila menemukan ular kobra yang masih hidup, menurut dia, lebih baik menyerahkan penanganannya kepada petugas profesional. Seperti petugas pemadam kebakaran atau komunitas pencinta dan ahli ular. Karena kobra termasuk jenis ular yang berbahaya dengan bisa beracun.

Dalam menangani kasus gigitan ular, Amir mengatakan, dokter juga perlu mengetahui secara spesifik jenis ular yang menggigit. "Kenapa identifikasi itu harus tepat? Karena bisa ular spesifik per jenisnya dan efeknya terhadap tubuh juga berbeda. Kalau efeknya terhadap tubuh berbeda maka dokter yang menangani perlu tahu itu, karena anti-venomnya juga berbeda," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement