Senin 09 Dec 2019 19:01 WIB

Pemkot Tangsel Pede Pembangunan MRT Dibiayai Pusat

MRT di Tangsel dibutuhkan karena 60 persen penduduknya bekerja di Jakarta.

Rep: Febryan A/Amri Amrullah/Abdurrahman Rabbani/ Red: Indira Rezkisari
Keberadaan MRT dipandang penting untuk diperluas ke luar Jakarta, seperti misalnya hingga ke Tangerang Selatan atau Tangsel.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Keberadaan MRT dipandang penting untuk diperluas ke luar Jakarta, seperti misalnya hingga ke Tangerang Selatan atau Tangsel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota Tanggerang Selatan (Pemkot Tangsel) menyambut positif usulan pembangunan jalur Moda Raya Terpadu (MRT) hingga ke wilayahnya. Pemkot Tangsel bahkan meyakini pendanaan MRT yang diprediksi mencapai triliunan akan ditanggung sepenuhnya pemerintah pusat.

Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie, mengatakan, pihaknya telah mengadakan rapat dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sekitar dua tahun yang lalu untuk membahas skema pembiayaan MRT. Skema pembiayaan yang digunakan tidak sama dengan DKI Jakarta.

Baca Juga

"Itu ditanggung pemerintah pusat. Nanti pembiayaannya dari pihak ke tiga. Jadi tidak menggunakan anggaran daerah kita," kata Benyamin kepada Republika.co.id, Senin (9/12).

Pembangunan MRT Jakarta Fase I sepanjang 16 kilometer (Lebak Bulus-Bundaran HI) menelan biaya Rp 16 triliun. Pembiayaannya ditanggung Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui dana pinjaman Pemerintah Jepang lewat Japan International Cooperation Agency (JICA). Beban utang ditanggung Pemrov DKI 49 persen dan pemerintah pusat 51 persen.

Meski panjang jalur MRT yang diusulkan dibangun hingga Tangsel belum bisa dipastikan, tapi skema pembiayaan serupa dipastikan tak akan bisa diterapkan. Sebab, terdapat perbedaan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) yang terlalu jomplang.

APBD DKI Jakarta tahun 2019 berada di angka Rp 86,89 triliun. Sedangkan APBD Kota Tangsel tahun 2019 hanya di angka Rp 3,8 triliun.

"Kalau kita nanti tidak seperti Pemprov DKI Jakarta skema pembiayaannya. Tapi ditanggung pusat (semuanya)," tegas Benyamin.

Usulan pembangunan MRT hingga Kota Tangsel disampaikan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada Senin (2/12). Jalur MRT Jakarta yang saat ini hanya sampai Stasiun Lebak Bulus, Jakarta Selatan, diusulkan diperpanjang hingga Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten. Usulan itu didasari atas tingginya mobilisasi masyarakat Tangsel menuju Jakarta maupun sebaliknya.

Benyamin mengatakan, usulan BPTJ itu sebenarnya berawal dari usulan pihaknya sekitar empat tahun yang lalu kepada pemerintah pusat. Tepatnya ketika ibu kota Jakarta sedang hangat membahas proyek pembangunan MRT.

Pemkot Tangsel, ujar dia, mengusulkan pembangunan MRT memang karena tingginya pergerakan masyarakat setempat menuju Jakarta. Dari 1,6 juta penduduk Tangsel, lanjut Benyamin, sekitar 60 persennya bekerja di Jakarta.

"Saya yakin pembangunan MRT ini akan memberikan efek sosial dan ekonomi yang sangat tinggi nantinya," ucapnya.

Benyamin menambahkan, pihaknya tidak mengusulkan pembangunan Kereta Rel Listrik (KRL) ataupun Lintas Rel Terpadu (LRT) lantaran pada empat tahun yang lalu pemerintah pusat sedang gencar memperkenalkan MRT. Ia pun menilai MRT memang lebih cocok untuk Kota Tangsel.

"Melihat di negara-negara lain tampaknya MRT yang paling cocok untuk kota megapolitan seperti Tangsel ini," kata Benyamin.

Sejumlah anggota DPRD Kota Tangsel menyambut positif usulan pembangunan jalur MRT hingga wilayah setempat. Namun, anggota dewan merasa keberatan jika biaya pembangunannya memakai Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Kota Tangsel.

Wakil Ketua DPRD Kota Tangsel Li Claudia Chandra mengatakan, keberadaan MRT hingga Tangsel akan memudahkan mobilitas masyarakat menuju Jakarta. Sebab, kota berpenduduk sekitar 1,6 juta jiwa itu memang mayoritasnya bekerja di ibu kota. "MRT akan mempercepat dan membuat perjalanan masyarakat Tangsel lebih efesien," kata politikus Gerindra itu, Senin (9/12).

Ketua Fraksi PSI DPRD Tangsel, Ferdiansyah, juga menyampaikan hal serupa. Ia menyambut positif usulan yang disampaikan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) itu. Namun, ia menolak jika skema pembiayaan disamakan dengan yang diterapkan di Jakarta yang menggunakan APBD Provinsi.

"APBD Tangsel untuk 2020 sekitar Rp 3,9 trilliun. Tidak bisa dibandingkan dengan Jakarta. Jauh sekali," kata Ferdiansyah.

Pembangunan MRT Jakarta Fase I sepanjang 16 kilometer (Lebak Bulus - Bundaran HI) menelan biaya Rp 16 triliun. "Di Jakarta Rp 16 triliun biayanya ditanggung setengah-setengah dengan pusat, kalau diterapkan seperti itu di Tangsel, ya, habis dong APBD Tangsel," ucap Ferdiansyah.

Pengamat menilai rencana MRT hingga Tangsel tepat. Alasannya ada potensi penumpang yang besar dan juga berpotensi menjadikan Kota Tangsel sebagai pusat bisnis baru.

Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana, mengatakan MRT memang pilihan tepat untuk menyambungkan kota penyangga dengan kota utama. Sebab, MRT bisa membawa penumpang dalam jumlah banyak, tapi tetap memiliki kecepatan tinggi.

Jika dibandingkan dengan Lintas Rel Terpadu (LRT), MRT bisa membawa penumpang hingga empat kali lipat lebih banyak. Dengan enam rangkaian keteta, MRT bisa mengangkut sekitar 1.950 penumpang sekali jalan. Sedangkan LRT, maksimal hanya bisa mengangkut 500 penumpang karena hanya terdiri dari tiga rangkaian.

Jika dibandingkan dengan Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, MRT kalah soal jumlah penumpang. Setiap KRL bisa terdiri dari 10 hingga 12 rangkaian. Namun, MRT menang soal kecepatan.

KRL hanya boleh melaju dengan kecepatan maksimal 70 km/jam. Sedangkan MRT, kecepatan maksimal saat di bawah tanah diperbolehkan 100 km/jam dan saat di jalur layang 80 km/jam.

Usulan itu tepat, lanjut Aditya, tak hanya soal keunggulan MRT, tapi juga karena adanya potensi penumpang yang sangat besar di Tangsel. "Demand layanan MRT itu sangat besar. Lihat saja betapa padatnya KRL setiap pagi dan sore dari dan menuju Tangsel," kata Aditya.

Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna, juga menilai usulan MRT hingga Tangsel adalah pilihan yang tepat. Sebab, masyarakat yang terbiasa menggunakan kendaraan pribadi akan beralih ke MRT. Hal itu tak terlepas dari kenyamanan dan kecepatan yang ditawarkan MRT.

Tak hanya itu, lanjut Yayat, pembangunan jalur MRT hingga Tangsel juga akan membuat wilayah itu berpotensi menjadi kawasan bisnis baru. Terlebih, jika jalan tol Serpong-Bandara Soekarno Hatta sudah selesai.

Yayat menjelaskan, potensi menjadi kawasan bisnis baru itu tentu didasari kondisi Jakarta yang sudah semakin padat. Namun, dengan kehadiran MRT, yang hanya butuh 45 menit dari Bundaran HI-Tangsel, tentu orang tak akan enggan untuk menjadikannya kawasan bisnis baru.

"Kehadiran MRT kemungkinan akan mendorong pusat bisnis baru di Tangsel. Ini adalah prospek pengembangan wilayah yang sangat bagus," kata Yayat.

Isu rencana perpanjangan jalur MRT sampai Tangsel sudah muncul sejak November 2018. Jalur MRT dikabarkan bakal berlanjut melintasi Ciputat, Pondok Cabe, Pamulang, Puspitek, Rawa Buntu, dan Kota Tangerang.

Benyamin Davnie, mengatakan usulan pembangunan MRT di rute tersebut memang agar berada di media jalan. Tujuannya meminimalkan pembebasan lahan baru. “Agar tidak terlalu banyak pembebasan lahan,” jelasnya.

Menanggapi rencana MRT berlanjut ke Tangsel, PT MRT Jakarta mengaku belum mendapatkan arahan perpanjangan jalur ke Tangsel tersebut. Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar mengatakan masih fokus mengerjakan jalur-jalur di wilayah Jakarta.

Khususnya sesuai rencana pada fase 2 ke arah utara, dan fase 3 jalur timur-barat, dari Kalideres ke Ujung Menteng. Karena itu, lanjut dia, PT MRT Jakarta belum ada rencana perluasan ke jalur di luar Jakarta.

"Sampai saat ini belum ada arahan atau penugasan dari pemerintah untuk MRT Jakarta mengerjakan jalur (Lebak Bulus-Tangsel) tersebut," kata William kepada media, Rabu (4/12).

Terkait usulan BPTJ tersebut, William menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Sebab setelah MRT fase I beroperasi, rencana fase 2 selanjutnya bukanlah ke Tangsel. Namun masih fokus perpanjangan jalur di area Jakarta.

Sesuai rencana, ungkap dia, MRT Jakarta fase II yang menghubungkan Bundaran Hotel Indonesia (HI) hingga Ancol Barat, akan mulai dibangun pada 2020 mendatang. William menjelaskan, pembangunan MRT Fase II lebih rumit dan memiliki kendala lebih.

photo
Infografis MRT Jakarta.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement