Ahad 08 Dec 2019 15:11 WIB

Ketua Fraksi Golkar di MPR Setuju Jokowi Tolak Amandemen

Joko Widodo menolak amandemen UUD 1945 untuk perubahan masa jabatan presiden.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Ketua Fraksi Golkar di MPR RI Idris Laena
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Fraksi Golkar di MPR RI Idris Laena

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Golkar di MPR RI, Idris Laena, mendukung sikap Presiden RI Joko Widodo yang menolak adanya amandemen UUD 1945 untuk perubahan masa jabatan presiden. Golkar menilai, saat ini belum waktunya untuk mengutak-atik konstitusi.

Idris menilai, Presiden seirama dengan Golkar bahwa mengamandemen UUD Negara 1945, bukan perkara yang mudah karena menyangkut Konstitusi Negara. "Kalau berubah satu pasal saja, ya akan mempengaruhi seluruh produk peraturan perundangan di bawahnya, sudah barang tentu juga mempengaruhi kebijakan pemerintah," kata Idris Laena kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (7/12).

Baca Juga

Idris mengatakan, sikap fraksi Golkar di MPR RI telah sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto pada Acara Penutupan Munas Golkar 2019, untuk tidak akan mebgutak-atik UUD Negara RI 1945.

Idris menegaskan, sebagaimana tertuang dalam ayat 1 pasal 37 UUD 1945, amandemen memerlukan syarat yang tak mudah. Usul perubahan Pasal-Pasal UUD dapat diagendakan dalam Sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.  

Ayat 3 pasal yang sama juga mengatur, untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945, sidang MPR harus dihadiri oleh sekurang-Kurangnya 2/3 atau 470 orang dari jumlah anggota MPR yang ada. "Terus, pada Ayat 4, diamanatkan, mesti dilakukan dengan persetujuan sekurang-Kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh Anggota MPR," kata dia memaparkan.

Karena itu, Idris pun mendukung sikap Jokowi yang sudah sedari dini menolak wacana amandemen. Lehih lanjut melalui keterangannya, Idris menyinggung soal konstitusi AS yang sudah diamandemen sebanyak 27 kali. Riwayat itu, kerap menjadi dalil kalangan pro amandemen UUD 1945.

Idris menjelasakan, sistem federasi yang berlaku di USA berbeda dengan sistem di Indonesia. Di USA, perundangan antar negara bagian kerap berbeda satu sama lain. "Itu contoh kecil saja sebagai dampak dari amandemen ke 10 Konstitusi USA yang menyatakan, kekuasaan yang tidak secara spesifik ditujukan kepada Pemerintah Pusat. Sehingga setiap tahun negara bagian mengeluarkan undang-Undang," ujarnya menjelaskan.

Golkar menilai, amandemen di Indonesia tidak diperlukan di waktu mendekat. Mengingat, amandemen bisa menimbulkan kegaduhan yang dinilai justru kontraproduktif untuk agenda perbaikan ekonomi yang menjadi misi Golkar di periode ini.

Karena itu, lanjut Idris, dalam pandangan Partai Golkar, tidak ada urgensinya melakukan Amandemn UUD 1945. "Kalau cuma terkait soal isu Pokok-Pokok Haluan Negara, dapat dibuat dalam bentuk Undang-Undang saja," ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement