Rabu 04 Dec 2019 16:17 WIB

Bowo Sidik Divonis Lima Tahun Penjara

Bowo Sidik dinyatakan bersalah telah menerima suap dan gratifikasi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso (tengah) berjalan meninggalkan ruangan sidang usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Terdakwa kasus suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso (tengah) berjalan meninggalkan ruangan sidang usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bowo Sidik Pangarso divonis lima tahun penjara. Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat, menyatakan mantan anggota Komisi VI DPR RI tersebut bersalah dan terbukti menerima suap dan gratifikasi miliaran rupiah atas perannya sebagai penyelanggara negara.

Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang meminta pengadilan memenjarakan politikus Partai Golkar itu selama tujuh tahun.

Baca Juga

“Menyatakan terdakwa Bowo Sidik Pangarso telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata Ketua Majelis Hakim Yanto, saat menjatuhkan vonis kepada Bowo Sidik di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/12).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bowo Sidik Pangarso, dengan pidana penjara selama lima tahun,” sambung Hakim Yanto.

Selain penjara Majelis Hakim juga menghukum Bowo Sidik dengan denda Rp 250 juta atau pidana tambahan selama empat bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim kepada Bowo Sidik lebih ringan. Mengingat tuntutan JPU KPK, meminta Majelis Hakim menghukum politikus 61 tahun itu dengan penjara selama tujuh tahun, dan denda Rp 300 juta.

Namun Majelis Hakim, setuju dengan tuntutan JPU KPK lainnya. Yaitu mencabut hak politik Bowo Sidik untuk dapat dipilih selama empat tahun.  “Terhitung setelah terdakwa Bowo Sidik Pangarso, menjalani hukuman pidana pokok (penjara),” sambung Hakim Yanto.

Meskipun lebih kurang dari tuntutan yang dimintakan JPU KPK, akan tetapi, menengok putusan, Majelis Hakim membenarkan seluruh dakwaan KPK.

Hakim Adam Pontoh saat praputusan menjelaskan, sejumlah perbuatan pidana korupsi yang JPU KPK tuduhkan kepada Bowo Sidik terbukti. Dakwaan JPU KPK menebalkan tuduhan pertama Pasal 12 huruf b UU 20/2001 perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto (jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, jo Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.

Pada dakwaan kedua, JPU KPK juga menuduh dengan Pasal 12 B ayat (1) UU 20/2001 perubahan UU 31/1999 jo Pasal 65 KUH Pidana. Dari seluruh dakwaan tersebut, Majelis Hakim membenarkan.

Hakim Adam mengatakan,  dalam tuduhan suap, Bowo Sidik terbukti menerima uang senilai Rp 311 juta, dan Rp 2,6 miliar dalam mata uang dolar Singapura (163 ribu). Uang tersebut berasal dari GM Komerial PT Humpus Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasty dan Direktur Utama PT HTK Taufik Agustono.

Uang haram itu diberikan lewat perantara Indung Andriani. Pemberian uang tersebut terbukti untuk perbantuan agar PT HTK mendapatkan pekerjaan pengangkutan di PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Selain itu, Hakim Adam juga menyatakan Bowo Sidik menerima uang suap Rp 300 juta, terkait dengan penagihan piutang PT Djakarta Lloyd.

Adapun terkait penerimaan gratifikasi, Hakim Adam juga mengatakan Bowo Sidik terbukti telah melakukan gratifikasi sekitar Rp 8 miliar dalam bentuk mata uang Singapura, 700 ribu dolar dari lima sumber yang berbeda.

Termasuk di antaranya gratifikasi senilai 200 ribu dolar dalam pembahasan peraturan menteri perdagangan tentang gula rafinasi di Kementerian Perdagangan.

Gratifikasi 250 ribu dolar terkait pengusulan dana alokasi khusus Kabupaten Kepulauan Meranti. Juga uang senilai 200 ribu dolar, terkait dengan proyek di sejumlah BUMN dan PLN. Serta penerimaan 50 ribu dolar, saat Munas Partai Golkar di Denpasar, Bali.

Hakim Adam membeberkan pemberian uang tersebut, diantaranya digunakan Bowo Sidik untuk kebutuhan kampanye politik pada Pemilu 2019 lalu di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah (Jateng).

Adam menerangkan, sejumlah mata uang dolar Singapura tersebut, sempat dikonversi ke dalam Rupiah setotal delapan miliar. Uang tersebut, pun terbukti dipecah ke dalam Rp 20 ribu sesuai dengan barang bukti sitaan penyidik KPK saat penangkapan Bowo Sidik. Hakim Adam mengatakan, pecahan uang Rp 20 ribu sebanyak 400 ribu amplop, dan di dalam 81 rak kontainer plastik.

Bowo pikir-pikir

Bowo Sidik, usai pembacaan vonis mengaku belum akan memikirkan banding. “Saya akan pikir-pikir,” terang dia usai vonis. Namun setelah persidangan, Bowo Sidik kepada wartawan mengaku hukuman lima tahun penjara bukan soal baginya.

“Demi Allah, demi Rasulullah saya bicara apa adanya,” terang dia.

Akan tetapi, ia kecewa dengan pengadilan yang tak pernah memanggil saksi-saksi yang menurut dia pemberi uang suap dan gratifikasi.  “Semua ini-kan dari pengakuan dari saya. Tetapi pengadilan tidak dapat membuktikan siapa yang memberi karena saksi-saksi tidak pernah dipanggil sekalipun,” terang Bowo Sidik.

Bowo Sidik membeberkan, sejumlah nama yang pernah memberikan uang suap dan gratifikasi tersebut sama seperti yang ia sampaikan kepada JPU dan Majelis Hakim selama ini. “Jessica, Sofyan Basir, Enggar (Lukito) kan tidak pernah dipanggil. Saya akui, saya menerima dari mereka. Tetapi kan mereka tidak pernah dipanggil menjadi saksi,” ujar dia.

Nama Jessica, dalam dakwaan JPU KPK erat kaitannya dengan gratifikasi DAK Kepulauan Meranti. Adapun Sofyan Basir, adalah mantan Dirut PT PLN, dan Enggar Lukito tak lain ialah mantan Menteri Perdagangan 2014-2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement