REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perantara suap untuk politikus Golkar, Bowo Sidik Pangarso, M. Indung Andriani, divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. Terdakwa terbukti turut menerima suap senilai 128.733 dolar AS dan Rp311 juta untuk membantu PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) mendapat pekerjaan pengangkutan dari PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).
Majelis hakim yang diketuai Fashal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (13/11), menyatakan, terdakwa Indung Andriani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif kedua. Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Indung divonis penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 1 bulan kurungan
Putusan itu berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Majelis hakim juga memberikan status saksi pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) kepada Indung.
"Majelis hakim sependapat dengan jaksa penuntut umum KPK dan mengabulkan permintaan terdakwa sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum," kata hakim Fashal Hendri.
Terdakwa kasus dugaan suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso bersalaman dengan Jaksa Penuntut Umum KPK usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/11).
Dalam perkara ini, Indung selaku Direktur PT Inersia Ampak Engineer bersama-sama dengan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso terbukti menerima uang sebesar 128.733 dolar AS dan Rp311.022.932 yang diterima dari General Manager Komersial PT HTK Asty Winasty dan Direktur Utama PT HTK Taufik Agustono. Indung adalah orang kepercayaan Bowo yang sudah mengenal Bowo sejak 2003 dan selalu melaporkan dan menyerahkan setiap penerimaan fee dari PT HTK kepada Bowo Sidik yang dicatat di dalam buku kas.
Penerimaan tersebut untuk menggerakkan Bowo Sidik selaku anggota Komisi VI DPR RI yang bermitra dengan Kementerian BUMN dan seluruh BUMN di Indonesia telah membantu PT HTK mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan dan/atau sewa kapal dengan PT PILOG (Pupuk Indonesia Logistik). Indung dipercaya oleh Bowo Sidik untuk mengelola perusahaan miliknya, yaitu PT Inersia Ampak Engineer sebagai Direktur Keuangan dan Bowo Sidik sendiri menjabat sebagai komisaris utama di perusahaan yang sama.
PT HTK punya kontrak kerja sama dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik. Yaitu, PT Kopindo Cipta Sejahtera (KCS), untuk pengangkutan amonia dalam jangka waktu 5 tahun periode 2013—2018. Namun, pada 2015 kontrak kerja sama itu diputus dan pengangkutan amonia dialihkan ke PT PILOG.
Asty lalu berkonsultasi dengan Wakil Ketua Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso yang bermitra dengan BUMN dan punya akses ke PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), induk PT PILOG. Kapal milik PT PILOG, yaitu kapal MT Pupuk Indonesia akan dicarikan pasarnya oleh Indung. Atas permintaan itu, Bowo bersedia membantu dan meminta kronologis kerja sama dan hubungan dan progres hubungan kerja antara PT HTK dan PT PILOG.
Pada bulan Mei 2018, Bowo Sidik meminta uang sebesar Rp1 miliar kepada Asty yang diperhitungkan sebagai commitment fee yang realisasinya diberikan dalam mata uang dolar AS. Setelah mendapat persetujuan Taufik Agustono, Asty menyerahkan uang secara bertahap kepada Bowo, yaitu pertama 35.000 dolar AS di Hotel Mulia Senayan, kedua 15 ribu dolar AS di Hotel Mulia dan ketiga 20.000 dolar AS melalui Indung di Hotel Grand Melia sehingga seluruhnya 70 ribu dolar AS.
Untuk menutup pemberian fee tersebut, Asty mengirim email kepada Bowo dengan melampirkan draf MoU antara PT HTK dan PT Inersia Ampak Engineers (IAE) milik Bowo mengenai kesepakatan management commercial. MoU juga dibuat tanggal mundur pada tanggal 29 Januari 2018. Selanjutnya, MoU ditandatangani Direktur PT HTK Taufik Agustono dan Direktur PT IAE Indung Andriani.
Pada MoU itu diatur mengenai kompensasi yang akan diberikan PT HTK kepada Bowo Sidik Pangarso melalui PT IAE, yaitu sebesar 200 dolar AS per hari untuk sewa kapal MT Pupuk Indonesia dan 1,5 dolar AS per metrik ton untuk sewa kapal MT Griya Borneo. Dalam pembukuan PT HTK, pembayaran fee kepada Bowo dicatat pada pos port charges (biaya pelabuhan) atau miscellaneous (biaya lain).
Rincian commitment fee kepada Bowo Sidik melalui Indung adalah pertama, 1 Oktober 2018 sebesar Rp221.522.932 terkait dengan sewa kapal MT Pupuk Indonesia pada bulan Juni s.d. Agustus. Uang diserahkan di RS Pondok Indah kepada Indung selanjutnya Bowo mengambil langsung uang fee tersebut.
Kedua, pada 1 November 2018 sebesar 59.587 dolar AS terkait pengangkutan amonia kapal MT Griya Borneo pada bulan Juli—September 2018 sebanyak 6 trip. Fee diserahkan Asty kepada Indung di Hotel Grand Melia. Selanjutnya, dibawa ke rumah Bowo di Cilandak untuk diserahkan kepada istri Bowo bernama Budi Waluyanti.
Ketiga, pada 20 Desember 2018 sebesar 21.327 dolar AS untuk fee terkait sewa kapal MT Pupuk Indonesia September—Oktober 2018 dan pengangkutan amonia kapal MT Griya Borneo pada bulan Oktober 2018 1 kali trip. Uang diserahkan Asty kepada Indung di Hotel Grand Melia dan selanjutnya dibawa ke Kantor PT IAE dan diambil langsung oleh Bowo.
Keempat, pada tanggal 26 Februari 2018 sebesar 7.819 dolar AS untuk pengangkutan amonia kapal MT Griya Borneo November—Desember. Uang diserahkan kepada Indung di Kantor PT HTK dan diantar ke rumah Bowo.
Kelima, pada 27 Maret 2018 sebesar Rp98.449.000 merupakan fee kapal MT Pupuk Indonesia pada bulan Desember 2018. Uang rencananya diberikan kepada Indung di Kantor PT HTK sesaat menerima fee, Indung ditangkap petugas KPK.
"Menimbang berdasarkan fakta-fakta hukum di atas perbuatan terdakwa Indung menerima sejumlah uang commitment fee untuk kepentingan Bowo Sidik Pangarso terkait dengan sewa kapal MT Pupuk Indonesia dan pengangkutan amonia oleh kapal MT Griya Borneo dari saksi Asty," kata hakim.
Atas putusan itu, baik JPU KPK maupun Indung menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.