Rabu 27 Nov 2019 05:27 WIB

Imparsial: SKB Batasi Kebebasan Berekspresi Pegawai Negeri

SKB bisa jadi alat instrumen kontrol terhadap ASN.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Foto: Antara/ Jojon
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Imparsial memandang penerbitan SKB  dan pembuatan portal aduan untuk aparat sipil negara (ASN) radikal sebagai bentuk kebijakan yang eksesif. Bukannya menyelesaikan, langkah tersebut justru dinilai berpotensi menimbulkan persoalan baru.

“Dalam penanganan persoalan radikalisme di kalangan ASN. Alih-alih akan menyelesaikan, langkah ini justru berpotensi menimbulkan persoalan baru,” jelas Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, dalam keterangan persnya, Rabu (27/11).

Baca Juga

Menurutnya, aturan tersebut membatasi kebebasan berekspresi dan munculnya tindakan sewenang-wenang terhadap ASN. Keberadaan portal aduan ASN juga ia sebut berpotensi menjadi instrumen politik kotrol terhadap ASN dan digunakan sebagai alat kontestasi antarsesama ASN.

Ia mengatakan, beberapa sifat eksesif kebijakan tersebut dapat dilihat dari konsep ujaran kebencian pada poin satu bagian kelima tentang jenis-jenis pelanggaran yang bersifat multitafsir. Di antaranya, tidak jelasnya istilah “ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bineka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah”.

“Karena tidak jelasnya batasan tersebut, hal itu bisa ditafsirkan secara subjektif untuk melaporkan ASN yang dianggap ekspresinya melanggar ketentuan tersebut,” terangnya.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, kata dia, larangan ujaran kebencian sebenarnya telah diatur dalam KUHP, UU ITE, dan UU Penghapusan Diskriminasi. Terlepas dari adanya kiritik yang ada, keseluruhan aturan tersebut bermaksud untuk melindungi individu.

“Sehingga ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bineka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah tidak dikenal dalam hukum,” katanya.

Gufron menuturkan, menyatakan seseorang melakukan penyebaran ujaran kebencian atau tidak haruslah dibuktikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Haruslah melalui mekanisme peradilan yang adil, bukan melalui tindakan admisitrasi negara apalagi berdasarkan laporan online.

Terlebih lagi, jelas dia, satuan tugas ataupun kementerian-kementerian tersebut tidak memiliki wewenang untuk menyatakan seseorang telah melakukan ujaran kebencian dan/atau penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan. Menurutnya, itu karena hal tersebut merupakan kewenangan dari lembaga peradilan.

Karena itu, Imparsial mendesak pemerintah mencabut Portal Aduan sekaligus SKB tentang Penanganan radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN. Ia menjelaskan, upaya pencegahan dan penanganan ujaran kebencian, termasuk yang melibatkan ASN, hendaknya mengacu pada aturan dan mekanisme hukum yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement