Senin 25 Nov 2019 14:33 WIB

Istana Jelaskan Soal Stafsus Presiden Bergaji Rp 51 Juta

Posisi staf khusus presiden setara dengan pejabat eselon I.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Staf khusus Presiden Joko Widodo yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Staf khusus Presiden Joko Widodo yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung buka suara menanggapi pro-kontra di tengah masyarakat terkait penunjukan staf khusus presiden. Keberatan dari masyarakat muncul karena para stafsus presiden tetap digaji penuh meski mereka tak diwajibkan ngantor setiap hari di istana. Apalagi, salah satu stafsus yang baru saja terpilih harus melanjutkan kuliahnya di luar negeri per 2020 mendatang.

Pramono mengungkapkan, posisi staf khusus presiden setara dengan pejabat eselon I. Artinya, hak keuangannya pun setara dengan yang didapat pejabat eselon I.

Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 144 Tahun 2015, seorang staf khusus presiden mendapat hak keuangan sebesar Rp 51 juta per bulan. Kemudian, wakil sekretaris pribadi presiden mendapat hak keuangan Rp 36,5 juta per bulan, asisten mendapat Rp 32,5 juta per bulan, dan pembantu asisten mendapat Rp 19,5 juta per bulan.

"Jadi stafsus ini jabatannya setara dengan eselon I. Aselon I di lingkungan seskab, setneg, menkeu, itu ya sebegitu. Karena itu kan ada keppresnya. Ada aturan mainnya," ujar Pramono di kantornya, Senin (25/11).

Soal pekerjaan stafsus presiden yang tidak diharuskan full time berkantor di lingkungan Istana, Pramono punya penjelasan sendiri. Menurut dia, pekerjaan seorang staf khusus tidak melulu harus dilakukan di kantor. Di tengah era digital seperti ini, ujar Pramono, seorang staf khusus tetap bisa berkomunikasi dan memberi masukan kepada Presiden Jokowi melalui sambungan elektronik.

"Bahkan, sekarang para menteri pun dalam banyak hal kita mengambil keputusan tidak lagi seperti dulu harus di kantor," kata Pramono.

Pramono juga menegaskan bahwa pemilihan para staf khusus sama sekali tak diwarnai dengan intervensi politik dari pihak manapun. Menurut dia, Presiden Jokowi memiliki wewenang penuh untuk memilih staf khususnya sendiri.

Presiden pun, ujar Pramono, juga memberi kesempatan kepada para staf khusus untuk tetap berkiprah di luar istana atau melanjutkan usaha yang sudah dirintis sebelumnya.

Pemilihan para stafsus milenial, menurut Pramono, karena Presiden memiliki perencanaan jangka panjang untuk menyiapkan generasi muda masuk dalam birokrasi pemerintahan pada beberapa dekade mendatang.

"Jadi, Pak Jokowi dan kami ini yang umur di atas 50 (tahun). Sementara Indonesia akan menjadi bangsa besar, menjadi 10 kekuatan ekonomi dunia. Merekalah yang nantinya akan bekerja. Maka, sejak awal mereka dikenalkan dengan birokrasi pemerintahan," ujar Pramono.

Meski tidak berkantor setiap hari di lingkungan Istana, Pramono menjamin pihaknya memiliki standar khusus dan tata cara penilaian untuk mengukur kualitas kerja para staf khusus presiden. Ia menjamin, seluruh staf khusus tetap bisa bekerja optimal meski tidak setiap hari bekerja di lingkungan Istana.

"Sekarang kan era digital. Era yang dinamis sekali. Jadi, mereka sudah mulai bekerja. Dan tidak ada intervensi politik. Intervensi politik apa, wong presiden yang milih kok," kata Pramono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement