Selasa 12 Nov 2019 08:45 WIB

Fake News Berperan Mengekang Kebebasan Sipil

Pengekangan kebebasan sipil sudah terjadi di negara-negara ASEAN.

Berita Hoaks (Ilustrasi)
Foto: VOA
Berita Hoaks (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berita palsu atau fake news mempunyai peranan besar dalam pengekangan kebebasan sipil atau civic space. Pengekangan ini terjadi di kawasan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), terutama di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

"Fenomena semakin menciutnya ruang kebebasan berekspresi, meningkatnya populisme, berbanding lurus dengan semakin masif fenomena fake news dan hoaks," ujar peneliti The Habibie Center, Prof Dewi Fortuna Anwar dalam seminar bertajuk 'Menciutnya Civic Space dan Pembangunan Perdamaian di ASEAN' yang digelar di Jakarta, Senin (11/11).

Baca Juga

Dewi mengatakan bahwa pembatasan kebebasan sipil dalam berpendapat akibat gelombang berita palsu tak hanya terjadi di kawasan Asia Tenggara. Namun, lanjutnya, juga secara global, dan menjadi salah satu tanda dari kematian demokrasi.

Dewi mengungkapkan, dalam situasi penyebaran berita palsu yang masif tersebut, banyak negara mengambil jalan pintas dengan kebijakan-kebijakan yang dianggap terkait dengan keamanan. Contoh yang terjadi belakangan ini adalah beberapa kali dilakukan penutupan akses sementara pada aplikasi berkirim pesan Whatsapp.

Di Indonesia, pemblokiran ini terjadi usai pengumuman hasil pemilihan umum (Pemilu) berujung kerusuhan. Kemudian, ketika terjadi konflik di Papua juga dilakukan pemblokiran karena dikhawatirkan hoaks dan berita palsu yang menyebar akan mempertajam polarisasi di masyarakat.

"Dalam kondisi seperti ini, saya kira sangat penting bagi Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk bersama-sama dan berbagi pengalaman dalam menghadapi semakin berkurangnya kebebasan sipil," kata dia.

Terkait hal itu, Direktur Program Yayasan Perdamaian Sasakawa yang berbasis di Jepang, Akiko Horiba, menambahkan bahwa selain berita palsu, intoleransi dan ujaran kebencian turut memperparah pengekangan kebebasan sipil. Hal ini akan berujung pada ancaman terhadap demokrasi.

Padahal, lanjut dia, demokrasi merupakan kondisi fundamental yang dibutuhkan untuk membangun perdamaian di lingkup negara, kawasan, serta global secara keseluruhan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement