Ahad 10 Nov 2019 23:53 WIB

Waduh, Wali Kota Serang Doakan Jualan PKL tidak Laku

Wali Kota Serang berdoa jualan PKL yang buat semrawut tidak laku.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Elba Damhuri
Wali Kota Serang Syafrudin, saat membuka penyuluhan Sapu Bersih (Saber) Pungutan Liar Kota Serang, Senin, (1/7).
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Wali Kota Serang Syafrudin, saat membuka penyuluhan Sapu Bersih (Saber) Pungutan Liar Kota Serang, Senin, (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Ada-ada saja doa Wali Kota Serang ini. Wali Kota Serang Syafrudin mengaku kesal dengan sulitnya menertibkan pedagang kaki lima (PKL) yang biasa berjualan di badan jalan di Pasar Induk Rau (PIR), Kota Serang, Banten. Wali Kota Serang mendoakan para pedagang yang terus kembali berjualan di badan jalan supaya dagangannya tidak laku.

Syafrudin menyebut masih menoleransi pedagang yang berjualan yang ada di samping jalan. Namun ia mengaku kesal dengan ulah PKL yang terus kembali berjualan di badan jalan meski sudah berulang kali ditertibkan.

"Saya sudah bilang itu, saya doakan pedagang yang masih tetap berjualan di jalan atau fasilitas umum agar tidak laku dagangannya. Sementara yang mengikuti aturan supaya laku terus jualannya," jelas Wali Kota Serang Syafrudin, Kamis (7/11).

Ucapan mendoakan supaya tidak laku bagi pedagang oleh Wali Kota Serang ini dikatakannya sebagai bentuk ekspresi kekesalannya pada pedagang yang tidak kunjung menaati imbauan Pemkot. Sementara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Serang diklaimnya sering melakukan penertiban, tapi saat petugas pergi para pedagang kembali berjualan di badan jalan.

Syafrudin mengatakan semrawutnya Pasar induk Rau (PIR) ini masalah utamanya adalah kesadaran pedagang. Penertiban yang dilakukan oleh pihaknya disebut telah maksimal, namun karena kesadaran masyarakat yang rendah maka terus terjadi PKL yang berjualan di sembarangan tempat di Pasar Rau.

"Ini masalah kesadaran pedagang sebenarnya, penataan Pemkot melalui Dinas terkait sudah cukup. Masak kita harus nunggu menunggu pedagang tiap hari, tapi perilaku berjualan lagi ini terus dilakukan saat petugas sedang tidak di tempat. Lalu hasil penjualan karena berdagang di badan jalan juga kan jadi tidak halal, karena dikutuk oleh masyarakat pengguna jalan" jelasnya.

Kepala Satpol PP Kota Serang Kusna Ramdani mengatakan bahwa Pasar Rau merupakan pasar induk yang menjadi pusat warga dari berbagai daerah di Banten seperti Cilegon, Pandeglang, Rangkasbitung hingga Tangerang melakukan transaksi jual beli. Hal ini yang membuat kepadatan di PIR cukup tinggi.

"Memang sulit sekali (Penertibannya), Pertama Pasar Rau itu merupakan pasar induk, para pedagang dan pengunjung juga banyak dari berbagai daerah di luar kota serang seperti Clegon, Pandeglang, Rangkasbitung, bahkan ada juga dari Tangerang dan Balaraja yang memasok barang dagangannya ke Rau," terang Kepala Satpol PP Kota Serang.

Rencana relokasi juga saat ini sedang dipersiapkan yang rencananya akan dipindahkan di daerah Kalodran atau Teritih. Saat ini tahapannya disebut telah berada pada tahap studi kelayakan pakai Pasar Induk Rau.

"Kita juga masih menunggu kajian kelayakan pakai dari pasar tersebut untuk menampung para pedagang. Sementara ini kita jaga saja supaya para pedagang tertib dan tidak mengganggu arus lalu lintas sehingga tidak menimbulkan kemacetan," jelasnya.

Adapun Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Roni Alfanto menyebut penataan PIR memang perlu dilakukan. Masih semrawutnya pasar rau meski sudah ditertibkan berulang kali ini dikatakannya karena pengawasan yang belum maksimal.

"Seharusnya ada solusi lah, ini karena pengawasannya belum maksimal saja. Penataan memang harus dilakukan untuk mengembalikan fungsi fasilitas umum yang sebenranya, kita kan punya Pol PP ada petugas yang berwenang untuk itu maka maksimalkan itu," jelas Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Roni Alfanto.

Meski begitu, penataan ini dikatakannya harus dilakukan dengan jalur dialog dan sosialisasi terlebih dahulu. Lokasi pemindahan juga harus melalui tahapan kajian yang baik supaya tidak terjadi kepadatan seperti yang terjadi di Rau. " Jangan sembarangan ketika mau ditata atau dipindah, pemerintah harus lakukan dialog dan dikasih pengertian serta sosialisasi.

Sementara salah seorang PKL di Pasar Rau, Sukarin (38) mengaku berdagang di badan jalan karena sewa yang dipatok di dalam pasar menurutnya sangat tinggi. Dirinya yang hanya berjualan bakso ikan menyebut keberatan dengan jumlah bayaran sewanya.

"Kalau di dalam itu sekitar Rp 400 ribu per bulan, pernah saya di dalam tapi pindah lagi ke luar karena kalau di luar sini kan bayar Rp 200 ribu," jelasnya.

Seorang pedagang air minum dingin,  Sri (35) mengaku berjualan di jalan karena sewanya yang terjangkau. Namun dirinya menyebut akan mengikuti peraturan jika memang nantinya harus pindah. "Kita mah ngikutin aja, kalau memang harus ke dalam nanti kita ikut aja," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement