Senin 04 Nov 2019 06:45 WIB

Pemekaran Papua Bukan Solusi Persoalan Papua?

Pemekaran Papua Bukan Solusi Persoalan Papua?

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kanan) meninjau bangunan yang rusak akibat kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (28/10/2019).
Foto:

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua sebetulnya menghendaki pembagian pemerintahan di Bumi Cenderawasih ke dalam tujuh daerah tingkat satu. Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) Apolo Safonpo mengatakan, Gubernur Lukas Enembe sudah meminta perguruan tinggi negeri  di Jayapura itu, melakukan kajian pemekaran Tanah Papua menjadi lima provinsi di Papua, dan dua provinsi di Papua Barat. Pemekaran menjadi tujuh provinsi tersebut sesuai dengan wilayah suku adat masyarakat asli yang ada di seluruh wilayah paling timur di Indonesia itu.   

Apolo mengatakan, Uncen sudah menyiapkan tim dalam kajian tersebut sebelum pemerintah pusat mewacanakan membentuk dua provinsi baru di Papua. “Jadi kajian ini memang penting dilakukan untuk dijadikan alasan akademis dalam pemerintah mengambil keputusan nantinya. Kami di Uncen sudah menyusun tim untuk mengkaji pemekaran ini,” ujar dia saat dihubungi Republika dari Jakarta, Ahad (3/11). Apolo mengatakan, sementara ini, Uncen melihat wacana pemekaran Papua dan Papua Barat, memang diperlukan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan, dan ekonomi bagi masyarakat setempat.

Menurut Apolo, wacana pemerintah pusat memekarkan dua provinsi baru di Papua, memang mempunyai beragam pertimbangan. Baik pertimbangan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan di daerah demi mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Pun lantaran luasnya wilayahnya saat ini, yang membutuhkan langkah strategis pengikisan geografis. Akan tetapi, menurut ia sebagai akademisi, pembentukan dua provinsi baru di Papua, memang dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan sosial.

Yang itu, hemat dia akan menjadi persoalan baru bagi masyarakat di Papua. “Mungkin saja pemerintah pusat sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Tetapi, kalau (hanya) satu atau dua (yang dimekarkan), kita takutkan nanti ada kecemburuan sosial,” terang Apolo. Ia menambahkan, pertimbangan aspek kesatuan wilayah adat yang ada di Papua, maupun di Papua Barat perlu dijadikan dasar pertimbangan yang penting dalam pengambilan keputusan dalam rencana pemekaran.

Membagi wilayah Papua dan Papua Barat ke dalam tujuh provinsi, sebetulnya juga disarankan  oleh Ketua Bidang Rumah Tangga Majelis Rakyat Papua (MRP) Dorince Meheu. Meski ia mengaku tak dalam posisi mendukung atau menolak pemekaran Papua, namun perwakilan perempuan adat suku Tabi itu mengatakan, kurang tepat jika pemerintah membentuk provinsi baru di Bumi Cenderawasih hanya mengacu pada letak geografis dan administratif. Dorince setuju jika pemekaran serempak mengacu pada pembagian tujuh wilayah adat.

Tujuh wilayah adat tersebut antara lain, Papua Tabi, Anim Ha, Saire Ri, Me Pago, La Pago. Lima wilayah adat tersebut yang seharusnya menjadi provinsi masing-masing di Papua. Sedangkan di Papua Barat ada dua wilayahnya, Momberay, dan Domberay yang seharusnya menjadi provinsi terpisah. “Tidak ada Papua Selatan, Papua Tengah. Kalau mau dimekarkan, itu Papua Tabi, Papua Anim Ha. Itu ada lima (wilayah adat) di Papua, dan dua di Papua Barat. Kalau mau dimekarkan, itu jadi ada tujuh,” kata Dorince. Tetapi Dorince menegaskan, apapun wacana pemekaran tersebut, ia meminta, agar pemerintah pusat maupun di daerah menghormati keberadaan MRP sebagai lembaga yang mengambil keputusan dan rekomendasi terkait pemekaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement