Selasa 22 Oct 2019 15:38 WIB

Luas Lahan Terbakar di Indonesia 2019 Capai 857 Ribu Hektare

Titik panas berpengaruh pada kualitas udara di wilayah terdampak karhutla.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Muhammad Hafil
Matahari terlihat diselimuti kabut asap karhutla di Muara Sabak Barat, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (9/10/2019).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Matahari terlihat diselimuti kabut asap karhutla di Muara Sabak Barat, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (9/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis luas lahan terbakar di seluruh wilayah Indonesia. Sejak Januari 2019 hingga September 2019, lahan yang terbakar mencapai 857 ribu hektare.

"Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) mencatat luas karhutla dari Januari hingga September 2019 sebesar 857.756 hektare area (ha) dengan rincian lahan mineral 630.451 ha dan lahan gambut 227.304 ha," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB Agus Wibowo seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (22/10).

Baca Juga

Rinciannya, dia menambahkan, luas lahan gambt terbakar di Kalimantan Tengah (Kalteng) 134.227 ha, Kalimanan Barat (Kalbar) 127.462 ha, Kalimantan Selatan (Kalsel) 113.454 ha, Riau 75.871 ha, Sumatra Selatan (Sumsel) 52.716 ha, dan Jambi 39.638 ha.

Ia menyebutkan, karhutla di lahan gambut paling besar berada di di Kalimantan Tengah dengan luasan 76 ribu ha, sedangkan di lahan mineral terjadi di Nusa Tenggara Timur, seluas 119 ribu ha. Karhutla di lahan mineral terjadi di seluruh provinsi di Indonesia dengan luasan terdampak yang terkecil di Banten dengan 9 hektare.

"Total luasan lahan yang terbakar hingga September 2019 ini lebih besar dibandingkan luasan karhutla dalam tiga tahun terakhir. Luas karhutla pada 2018 sebesar 510 ribu ha, sedangkan pada 2016 sebesar 438 ribu hektare," katanya.

Ia mengungkap data BNPB Selasa hari ini (22/10), pukul 08.00 WIB mencatat masih terjadi karhutla di sejumlah wilayah di Indonesia. Sementara itu, ia mengungkap titik panas atau hot spot teridentifikasi di enam provinsi yang menjadi perhatian BNPB, yaitu Sumsel 153 titik, Kalteng 44, Kalsel 23, Kalbar kima, dan Jambi dua. Data tersebut berdasarkan citra satelit modis-catalog lapan pada 24 jam terakhir.

"Masih adanya titik panas berpengaruh terhadap kualitas udara di wilayah terdampak," ujarnya.

Ia mengungkap data kualitas yang diukur dengan parameter PM 2,5 mengindikasikan kualitas pada tingkat baik hingga tidak sehat. Ia merinci kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 di enam provinsi, yaitu Sumsel tidak sehat (136), Jambi tidak sehat (102), Kalteng tidak sehat (101), Kalsel tidak sehat (60), Riau sedang (27). Hanya Kalimantan Barat kualitas udara menunjukkan tingkat baik (5) meskipun terdapat titik panas. 

Selain keenam provinsi tersebut, kebakaran juga masih terjadi di kawasan pegunungan seperti Gunung Cikuray, Ungaran dan Arjuno-Welirang, dan Ringgit.

"Hingga kini (22/10) BNPB masih menyiagakan sejumlah helikopter untuk pengeboman air atau water-bombing maupun patroli," katanya.

Ia melanjutkan, total air untuk pengeboman air di seluruh wilayah mencapai 392 juta liter. Di samping pengeboman air, BNPB bersama BPPT dan TNI melakukan operasi udara berupa teknologi modifikasi cuaca (TMC) dengan menggunakan fixed-wing. Sementara itu total garam yang telah disemai mencapai 272 ribu kilogram. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement