REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamta menilai pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin lima tahun ke depan harus menghormati hak-hak warga negara untuk menyampaikan pendapat. Sebab, hak tersebut merupakan amanah Pasal 28 UUD 1945.
Dia mengutip pandangan beberapa lembaga yang menilai masih kurang kuatnya penegakan HAM di Indonesia. Misalnya, Human Right Watch menilai pemerintahan Jokowi belum berhasil menerjemahkan dukungan retoris terhadap HAM itu menjadi kebijakan-kebijakan signifikan selama periode pertama jabatannya.
"Hal senada juga disampaikan Setara Institute yang berpandangan secara umum belum meningkatnya indeks HAM secara signifikan disebabkan komitmen pemerintah di bidang HAM yang belum terpenuhi," kata Sukamta di Jakarta, Sabtu (19/10).
Dia menilai, pandangan lembaga-lembaga tersebut harus menjadi refleksi bagi kebijakan pemerintah untuk 5 tahun ke depan, khususnya terkait hak asasi untuk menyampaikan pendapat yang merupakan amanah UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28. Menurut Sukamta Pemerintah harus punya sikap dan roadmap bagaimana pemajuan, penghormatan, dan pemenuhan HAM akan dijalankan dan diintegrasikan dalam proses pembangunan negara.
"Di negeri Pancasila yang mengedepankan toleransi dan tenggang rasa, jangan sampai justru negara makin tidak toleran pada warganya sendiri, termasuk terhadap pihak yang berbeda pendapat dengan pemerintah atau pendukung pemerintah," ujarnya.
Selain itu dia mengapresiasi capaian Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB ke-5 kalinya, itu menjadi momentum bagi Indonesia untuk lebih aktif lagi menegakkan HAM di dunia internasional. Menurut dia, khususnya terhadap kasus-kasus diskriminasi agama dan etnis, termasuk di negeri tertindas seperti Palestina, etnis minoritas seperti Rohingya di Myanmar, Uighur di Xinjiang-China.
"Saya mengapresiasi capaian Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB ke-5 kalinya ini. Selamat kepada Menlu Retno Marsudi dan seluruh jajaran Kementerian Luar Negeri atas prestasi ini," katanya.
Dia mengatakan, status keanggotaan itu menjadi momentum bagi Indonesia untuk bisa memberi contoh teladan bagi negara-negara lain dalam pelaksanaan dan penghormatan HAM di dalam negeri. Namun, dia menilai, capaian itu diterima Indonesia justru pada saat situasi dan realita dalam negeri yang mengindikasikan adanya kemunduran jaminan HAM karena kebebasan warga negara dalam beberapa hal terancam.
"Misalnya, orang makin takut berbicara menyampaikan pendapatnya karena bisa dikriminalisasi. Pemuka agama seperti ulama dipersekusi, kebebasannya dalam rangka mencerdaskan bangsa dibatasi," ujarnya.
Sukamta yang merupakan mantan anggota Komisi I DPR RI itu menilai jangan sampai capaian keanggotaan di PBB ini seperti politik mercusuar yaitu terlihat "wah" di dunia internasional tapi bermasalah di tingkat nasional.