REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memastikan tidak masuk ke dalam koalisi. PKS pun memilih tidak melakukan 'pendekatan' dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti yang sudah dilakukan oleh Partai Demokrat, Gerindra, dan PAN.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid menyebutkan, tanpa bertemu dengan petinggi PKS pun, Jokowi sudah cukup sibuk memikirkan porsi menteri untuk partai-partai pendukungnya.
"Nanti jangan sampai kesannya ada pertemuan (dengan PKS), kemudian artinya mau koalisi, mau gabung, minta menteri. Ribet lagi nanti jadinya. Karena Pak Jokowi saja saya kira hari ini cukup puyeng memikirkan porsi kementerian untuk seluruh partai pendukungnya. Kan partai pendukung beliau tidak sedikit," ujar Hidayat usai bertemu Jokowi dalam kapasitasnya sebagai wakil ketua MPR, Rabu (16/10).
Apalagi, kata dia, 60 persen komposisi menteri akan diisi profesional. Artinya, hanya 40 persen porsi menteri yang diisi oleh tokoh partai politik. Bila ada 34 kementerian, jatah menteri untuk parpol hanya ada 16 orang. "Padahal kan partai pendukung dia (Jokowi) saja lebih dari enam. Pasti tidak mudah membagi," kata Hidayat.
Hidayat menambahkan, pada prinsipnya partainya tidak menutup pintu silaturahim, termasuk pertemuan dengan Presiden Jokowi. Hanya saja, ia menekankan pentingnya mempertimbangkan pemilihan waktu pertemuan yang bisa saja berujung pada berbagai asumsi.
PKS, jelas Hidayat, enggan dianggap bergabung dalam koalisi Jokowi atau meminta jatah menteri, bila mengiyakan pertemuan dengan pihak istana.
"Timing juga dipentingkan. Jangan sampai kesannya ada pertemuan, kemudian artinya mau koalisi, mau gabung, minta menteri. Pak Jokowi saja saya kira hari-hari ini cukup puyeng memikirkan porsi kementerian untuk seluruh partai pendukungnya," jelas Hidayat.
Hidayat mengaku ada keinginan sejumlah pihak agar petinggi PKS segera melakukan pertemuan dengan Jokowi. Namun, pertimbangan pemilihan waktu menjadi kunci gerakan PKS saat ini.
"Kami PKS sudah memutuskan berada di luar kabinet. Kami berada sebagai oposisi apa pun namanya. Dan, kami sampaikan bahwa berada di luar kabinet itu juga justru menyelamatkan demokrasi. Kalau semua orang bergabung di pemerintahan, lah terus siapa yang melakukan check and balance?" kata Hidayat.
Perihal pertemuan dengan Jokowi, Hidayat menyebut bahwa PKS bersedia melakukannya setelah tidak ada lagi kegaduhan mengenai koalisi atau jatah menteri.