REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan, pihaknya akan terus gencar berupaya mengembalikan aset-aset yang terancam dikuasai pihak ketiga. Dalam upaya mengembalikan aset itu, pihaknya melibatkan aparat penegak hukum, mulai kejaksaan, kepolisian, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan, setiap proses persidangan di pengadilan, pihaknya juga membuat laporan kepada KPK. Tujuannya tak lain supaya dibantu dalam pengawasan proses jalannya sidang tersebut.
Menurutnya, selain meminta bantuan ke KPK, pihaknya juga mengirim surat ke beberapa instansi terkait. Salah satunya adalah Komisi Yudisial. Hal ini untuk memastikan supaya proses persidangan itu bisa berjalan lancar, netral dan tidak merugikan semua pihak.
“Saya selalu buat surat kemana-mana ketika persidangan, bukan hanya KPK untuk bantu pengawasan tadi,” kata Risma di Surabaya, Senin (14/10).
Risma mengungkapkan beberapa aset yang nilainya cukup besar dan sudah berhasil kembali ke tangan Pemkot Surabaya. Di antaranya adalah Gedung Gelora Pancasila di Jalan Indra Giri, Kolam Renang Brantas di Jalan Irian Barat, dan aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP).
Dalam waktu dekat, Pemkot Surabaya juga akan dibantu KPK untuk mengembalikan beberapa asetnya. Di antaranya di Jalan Pemuda Nomor 17 Surabaya yang luasannya 3.713 meter persegi, dengan nilai Rp. 11.510.300.300. Kemudian, aset tanah dan bangunan di SDN Ketabang I/288 Surabaya, yang terletak di Jalan Ambengan 29 Surabaya.
"Terdiri dari tanah seluas 2.464 meter persegi, senilai Rp. 12.320.000.000, dan bangunan senilai Rp. 852.504.500," ujar Risma.
Selanjutnya, aset tanah di Jalan Kusuma Bangsa Nomor 114 Surabaya, yang dahulu digunakan untuk Taman Remaja Surabaya. Lahan ini seluas 17.080 meter persegi, dengan nilai Rp. 139.116.600.000.
"Kemudian, aset tanah di Jalan Pasar Turi Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, seluas 27.519 meter persegi yang digunakan dalam Kerja sama Bangun Guna Serah pembangunan Pasar Turi, dengan nilai Rp. 76.475.301.000," ujar Risma.