Senin 14 Oct 2019 16:13 WIB

Tanpa Depo, Kereta LRT Terancam Dijemur

Kereta LRT yang tak miliki depo bukti ketidaksinkronan para pembuat kebijakan.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indira Rezkisari
Pekerja melihat proses pengangkatan kepala gerbong kereta layang ringan atau LRT ke atas rel di Stasiun Harjamukti, Depok, Jawa Barat, Ahad (13/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja melihat proses pengangkatan kepala gerbong kereta layang ringan atau LRT ke atas rel di Stasiun Harjamukti, Depok, Jawa Barat, Ahad (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rangkaian kereta Lintas Rel Terpadu (LRT) telah sampai di Jakarta akhir pekan lalu. LRT telah dipasang pada jalur rel yang tersedia.

Belum tersedianya depo khusus kereta LRT yang secara spesifikasi sesuai dengan relnya, membuat LRT ini terancam akan 'dijemur' di pemberhentian pitstop di atas jalur relnya.

Baca Juga

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagyo mengatakan sekarang sudah ada tiga proyek LRT di Jakarta. Yaitu LRT Jabodebek, LRT Jakarta yang digarap Jakpro dan LRT yang dikerjakan Pembangunan Jaya. Semua akan berkumpul di Dukuh Atas, baik itu MRT, KRL, Transjakarta hingga LRT.

Ia mengakui konektivitas sedang diupayakan, namun konektivitas ini justru bermasalah bila ada spesifikasi yang berbeda dalam satu moda. Seperti kereta LRT yang baru datang kemarin.

"Karena kereta LRT yang sudah datang dipasang di atas, karena (spesifikasi) relnya beda 14-35 yang dipakai rel KAI biasa 10-67, sehingga tidak bisa disimpan di depo Manggarai," ungkap Agus kepada wartawan, Senin (14/10).

Karena berbeda spesifikasi rel, proyek LRT terdampak molor. Alasannya perencanaan harus menambah kembali pengadaan depo dan lain lain.

"Jadi (tanpa Depo) nangkring di atas sana, sampai bisa beroperasi pada 2021," katanya. Maka dengan tidak adanya depo ini, ia mengungkapkan akan ada 31 trainset 'dijemur' di rel di atas.

"Sebab disimpan di INKA juga tidak bisa, dan disimpan di depo KAI juga tidak bisa," terangnya.

Agus mengatakan ini adalah contoh salah satu kebijakan yang selalu tidak sinkron antara pemerintah, baik pemerintah pusat, antarkementerian dan BUMN maupun pemerintah daerah. Ia menyebut proyek LRT saat itu tidak ikut keinginan Kemenhub agar memakai spesifikasi rel sama seperti KAI.

Ia memaparkan perbedaan spesifikasi rel itu yang meminta adalah Gubernur Ahok, agar perjalanannya lebih cepat. Tapi persoalannya justru tidak sinkron dengan moda transportasi rel lain, yang ingin disinergikan dengan moda trasportasi rel lainnya.

"Sekarang kereta LRT sudah datang sesuai pesanan, mau dites eh deponya belum ada, akhirnya harus 'dijemur' dulu," ujarnya.

Pakar dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno mengakui memang masih banyak kekurangan sebelum LRT Cawang-Cibubur dilakukan uji coba atau soft launching. Salah satunya, ia memberi catatan masih belum tersedianya depo.

"Uji coba tapi belum punya depo," katanya.

Dan ia menilai masih banyak catatan lain bagi LRT Jabodebek yang harus mempersiapkan sebelum uji coba atau soft launching dilakukan. Djoko berharap berbagai kekurangan tersebut bisa segera dilengkapi oleh pihak pengelola atau PT Adhi Karya sebagai yang bertanggung jawab dalam LRT Jabodebek ini.

Ia menambahkan LRT Jabodebek memang belum siap beroperasi. Beberapa hari lalu ada kabar, permintaan agar LRT Jabodebek beroperasi untuk lintas pelayanan Harjamukti (Cibubur)-Cawang sepanjang 14,95 kilometer.

"Lintas ini memang sudah selesai secara konstruksi untuk lintasannya, namun belum dilengkapi dengan fasilitas sinyal, telekomunikasi dan listrik," katanya.

Ditambah lagi pekerjaan konstruksi bangunan stasiun belum mencapai 50 persen. Di samping itu, jalan akses ke stasiun, fasilitas transportasi umum lanjutan dan lahan parkir bagi kendaraan bermotor dan tidak bermotor belum nampak sama sekali. Adalah wajar jika target beroperasi keseluruhan di tahun 2021.

Rencana jaringan LRT Jabodebek 82,93 kilometer, terbagi dua fase pembangunan. Fase pertama sepanjang 44,43 kilometer dengan 19 stasiun, terbagi dalam tiga lintas pelayanan. Yaitu lintas pelayanan 1 antara Cawang-Harjamukti (Cibubur) 14,89 kilometer dengan 4 stasiun, lintas pelayanan 2 antara Cawang-Kuningan-Dukuh Atas 11,05 kilometer dengan 9 stasiun dan lintas pelayanan 3 antara Cawang-Jatimulya (Bekasi Timur) 18,49 kilometer dengan 6 stasiun.

Sedangkan fase kedua sepanjang 38,5 kilometer terbagi tiga lintas pelayanan. Lintas Palmerah-Senayan 7,8 kilometer, lintas Cibubur-Bogor 25,0 kilometer dan lintas Palmerah-Grogol 5,7 kilometer. Stasiun Cawang merupakan pertemuan dari tiga lintas pelayanan. Stasiun Halim akan terhubung dengan layanan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

"Fase pertama direncanakan selesai dan bisa beroperasi sebelum berakhir tahun 2021. Semula ditargetkan tahun 2019 sudah bisa beroperasi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement