REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Nur Hasanuddin (28 tahun), warga asal Kota Serang, Banten yang saat ini tinggal di Sentani, Jayapura, mengaku hingga saat ini masih merasa was-was atas keselamatan diri dan keluarganya karena kerusuhan yang terjadi di Bumi Cendrawasih. Jangankan untuk berdagang bubur ayam seperti kebiasaannya sehari-hari, ia bahkan tak keluar rumah jika tidak ada keperluan mendesak.
Ia mengatakan kondisi di Sentani sebenarnya udah berangsur kondusif. Namun, perasaan was-was belum mereda. Menurut pria yang akrab dipanggil Hasan ini, bukan hanya dirinya yang ketakutan melainkan semua warga, baik orang dewasa maupun anak-anak, di Papua.
"Kami was-was setiap hari. Awal-awal ada demo itu kondisi di sini itu buat kami takut, kota sampai kayak mati, nggak ada aktivitas," kata dia, Sabtu (5/10).
Kondisi ini membuat Hasan kehilangan pemasukan untuk keluarganya. Saat ini, ia hanya mengandalkan bantuan makanan dari posko kemuanusiaan yang ada. "Orang Banten di sini hampir semuanya pedagang, karena kondisi kayak gini kita nggak bisa jualan," kata dia.
Hasan lega lantaran ada bantuan dari Pemerintah Provinsi Banten untuk memulangkan warganya di Papua. Puluhan warga Banten lainnya juga sedang didata dan dikumpulkan di posko kemanusiaan.
Jika tiba nanti di Kota Serang, Hasan berharap, ada bantuan modal usaha untuk dirinya dan para warga Banten yang akan dipulangkan. Sebab, kerusuhan yang terjadi telah menghentikan usaha mereka sejak awal terjadinya konflik sehingga tidak ada lagi pemasukan uang, dan tabungan pun telah habis.
"Kalau ada demo kan kita nggak bisa dagang. Nggak saya aja, di sini saya sama warga ada yang ojek, bengkel, penyewaan mobil semua sulit. Ditambah lagi, sebelum konflik ini kan ada bencana banjir bandang, kita kena juga. Jadi ada banjir bandang, ada konflik, tabungan habis," terang Hasan.
Ia mengatakan modal usaha sebagai penunjang kehidupan saat telah pulang ke Banten. Bahkanm jika sudah ada usaha yang dijalankan ketika di Banten, dirinya mengaku akan menetap di kampung halamannya tersebut.
Jika tidak ada, Hasan mengaku terpaksa hanya berharap situasi di Papua kondusif dan berdagang kembali di sana. "Sulit sebenarnya kalau ke Papua lagi setelah pulang ke Banten nanti, tapi kalau nggak ada modal usaha mau gimana lagi. Kita harap sih Pemprov atau Pemkot juga memberi modal usaha," kata Hasan.
Ketua Tim Kemanusiaan Pemprov Banten E Kusmayadi mengatakan, ada 25 orang warga Banten yang ditemukan. Kusmayadi menjelaskan kepulangan mereka akan dilakukan dalam dua gelombang.
Gelombang pertama pada Ahad (6/10) sebanyak 21 orang dan sebanyak dua orang pada gelombang dua yang diberangkatkan Senin (7/10). “Yang kita pulangkan 23 jiwa, dan yang dua tetap di sini bersama keluarganya di Sentani. Yang bertahan di sini kita berikan santunan sebesar Rp 5 juta,” kata Kusmayadi.
Pascakepulangan, Pemprov Banten akan berkoordinasi dengan Pemkab Serang dan Pemkot Serang untuk dilakukan pembinaan perekonomian lebih lanjut agar memiliki usaha di kampung halaman.
Tim kemanusiaan Pemprov Banten tiba di Bandara Sentani, Jayapura, Kamis (3/10). Mereka menyisir warga Banten yang masih bertahan di Papua karena kerusuhan Wamena.
Penyisiran disebutnya bermuka dilakukan dari Posko Pengungsian di Masjid Aqsa, Sentani Jayapura, pos 751 Batalion Rider dan pengungsian Tabita. Kemudian, menyisir Pos Lanud Auri Pangkalan TNI AU Silas Papare Seksi Angkutan, dan terakhir di Lantamal TNI AL Ahmadi, Jayapura.