Senin 30 Sep 2019 02:00 WIB

KIP Ingin Publik Dilibatkan dalam Pembuatan UU

Publik perlu dilibatkan agar setiap keputusan sejalan dengan aspirasi rakyat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Massa melemparkan batu ke arah barisan polisi saat unjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP, di kawasan Titik Nol Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (27/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Massa melemparkan batu ke arah barisan polisi saat unjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP, di kawasan Titik Nol Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (27/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Informasi (KIP) Pusat Gede Narayana berharap semua Badan Publik (BP) baik lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga publik lainnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.

Tujuannya agar kebijakan publik yang ditetapkan sejalan dengan aspirasi masyarakat dan Undang Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik.

Baca Juga

“Sejumlah kebijakan publik yang menjadi sorotan masyarakat seperti UU KPK, RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan dansejumlah kebijakan nasional lainnya dalam proses pembahasannya haruslah merujuk pada spirit Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik,” katanya dalam siaran pers.

Gede mengatakan, KIP aktif dalam mendorong BP agar transparan dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Seperti terhadap pembahasan RUU Pertanahan dengan memberikan tiga masukan konstruktif terkait pasal-pasal yang berkaitan dengan Keterbukaan Informasi Publik kepada Komisi II DPR RI.

"Masukan diberikan pada Pasal 46 ayat (8) RUU Pertanahan yang mengecualikan informasi, tidak berlaku jika: a. Pemohon Informasi adalah pemegang hak; b. Pemohon Informasi adalah penegak hukum atau pihak yang diberi wewenang oleh Undang-Undang dalam melaksanakan tugasnya; c. Informasi tersebut telah diputus terbuka oleh Komisi Informasi dan telah berkekuatan hukum tetap," jelasnya.

Ia menyebut masukan itu disampaikan KIP karena berpotensi bertentangan dengan hak asasi manusia atas akses informasi publik. Seperti rumusan pengecualian informasi terhadap daftar nama pemilik hak atas tanah dalam RUU Pertanahan.

"Informasi terkait hal tersebut, khususnya hak guna usaha (HGU) merupakan informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement