REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kebakaran hutan di lereng sebelah selatan Gunung Slamet wilayah Kabupaten Banyumas, sudah dapat diatasi. Meski demikian, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Banyumas Ariono Poerwanto, menyatakan bekas-bekas kebakaran masih harus diawasi. "Masih ada kepulan asap dari dari bekas kebakaran. Kita harus awasi agar api tidak berkobar lagi," jelasnya, Rabu (25/9).
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan karena di lokasi hutan bekas kebakaran, angin bertiup cukup kencang. Dikhawatirkan, bara yang ada di bawah abu bekas kebakaran kembali memunculkan api atau ada bara yang tertiup angin kemudian membakar lahan hutan lain. "Karena itu, meski sudah tidak api tetap harus kita awasi," katanya.
Dia menyebutkan, dari laporan yang dia terima dari tim gabungan pemadam kebakaran hutan Gunung Slamet, Rabu (25/9), api memang sudah tidak ada lagi. Namun asap dari lokasi hutan yang terbakar masih mengepul, sehingga diperkirakan masih ada bara di bekas semak atau batang kayu yang terbakar.
Untuk mengantisipasi kemungkinan kembali berkobarnya api, akan dilakukan pengaturan tim yang akan diberangkatkan di lokasi hutan yang terbakar. "Kita lakukan rolling personel. Paling tidak, sampai bara api benar-benar padam tidak ada lagi asap yang mengepul," jelasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Sugito, menyebutkan kebakaran hutan Gunung Slamet yang merambat hingga wilayah Banyumas, telah berhasil dipadamkan pada Sabtu (21/9). Namun belakangan diketahui, api kembali berkobar sehingga tim gabungan diberangkatkan lagi ke lokasi untuk melakukan pemadaman.
Sebelumnya juga disebutkan, lokasi hutan yang terbakar merupakan kawasan hutan lindung rimba alam yang memiliki aneka vegetasi. Yakni, kawasan hutan dengan berbagai jenis pepohonan kayu keras dan semak belukar.
Komandan Kodim 0701/Banyumas yang ditunjuk sebagai Komandan Operasi Lapangan Penanganan Karhutla Gunung Slamet Letkol Inf Chandra, mengakui upaya penanganan kebakaran hutan di Gunung Slamet ini cukup sulit mengingat kondisi topografi berupa tebing dan jurang yang curam. Beberapa personil tim gabungan juga mengalami kecelakaan, ada yang tergelincir hingga mengalami cedera dan hipoksia.
"Lokasi hutan yang berada di dataran tinggi dengan topografi hutan rimba dan tebing terjal, menyulitkan tim gabungan melakukan upaya pemadaman," jelasnya. Bahkan untuk mencapai lokasi hutan yang terbakar dari posko Baturraden, tim gabungan harus berjalan kaki 8 hingga 10 jam.