Sabtu 14 Sep 2019 04:41 WIB

Negeri Hipokrit: Habibie Berkuasa Dihujat, Tiada Dipuja

BJ Habibie Kinerjanya Dihujat Setelah Tiada Dipuja

BJ Habibie
Foto:
Pak Habibie ikhlas melelang kamera kesayangan untuk membantu Aceh. Kamera itu menjadi hak pemilik yang menawarkan harga tertinggi. Pendiri Artha Graha Peduli (AGP) Pak Tomy Winata yang mengikuti lelang di Istana Negara kala itu memutuskan mengajukan angka tertinggi agar kamera itu tetap berada di Indonesia

Langkah Kuda Habibie

Habibie sendiri bagai tidak peduli dengan berbagai kritik dan cemoohan itu. Ia terus bekerja, dan kadang-kadang menyampaikan pikirannya, tidak peduli pikirannya menyentuh bidang kerja koleganya sesama menteri.

Demikianlah misalnya, suatu ketika Menristek BJ. Habibie berpolemik secara terbuka dengan Menteri Pendidikan Fuad Hasan. Namun, di balik sikap yang apa adanya dan penuh percaya diri, Habibie sangat menghormati para senior.

Maka, ketika para senior yang tergabung dalam Petisi 50 --sebuah kelompok pengeritik Presiden Soeharto terdiri dari negarawan senior seperti M Natsir, Manai Sophian, AH Nasution, dan Ali Sadikin-- mengeritik industri strategis yang dikomandani Habibie, respons yang diberikan berbeda.

Habibie justru mengundang seluruh anggota Petisi 50 berkunjung ke IPTN, industri senjata Pindad, dan industri kapal laut PAL. Langkah Habibie bukan saja mengejutkan jagat politik, tetapi juga mengubah peta politik nasional.

Para penandatangan Petisi 50 yang sejak 1980 dibunuh hak-hak sipilnya oleh rezim Orde Baru, tiba-tiba hadir dan menjadi tamu kehormatan menteri kesayangan Presiden Soeharto.

Di tengah perdebatan apakah langkah Habibie seizin Soeharto atau tidak, publik dikejutkan oleh hadirnya salah seorang penandatangan Petisi 50 yang juga Juru Bicara Partai Masyumi, Anwar Harjono, di Istana. Bersama Ketum MUI K.H. Hasan Basri, Ketum PP Muhammadiyah KH A Azhar Basjir, dan Rois Aam PBNU KH Ilyas Ruhiyat; dalam posisi sebagai Ketua Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia Harjono bertemu Presiden Soeharto.

Sesudah itu publik menyaksikan Panglima ABRI Jenderal Feisal Tandjung mengunjungi seniornya yang lama dipenjara oleh rezim Orde Baru: Letnan Jenderal H.R. Dharsono. Puncaknya, tentu saja pertemuan dua prajurit tua: Jenderal Nasution dan Jenderal Soeharto.

Habibie Dicemooh oleh Kaum Radikal dan Intoleran

Habibie  telah berubah dari seorang ilmuwan yang seolah tidak peduli dengan dunia sekitar, menjadi pemimpin organisasi yang berani melakukan langkah-langkah berisiko tinggi.

Ketika KPU ragu untuk mengesahkan hasil Pemilu 1999, Presiden Habibie tidak ragu membubuhkan tandatangannya mengesahkan hasil Pemilu 1999 yang dimenangkan oleh PDI Perjuangan.

Presiden yang sempat diragukan kemampuannya itu, dalam masa kurang dari  dua tahun mampu menurunkan kurs rupiah dari Rp 16 - Rp 17 ribu perdolar, menjadi Rp 6.500/dolar. Antrean panjang rakyat untuk memperoleh sembako pun berhasil dihentikan.

Menteri Pangan dan Holtikultura Kabinet Habibie, AM Saefuddin bercerita dalam masa jabatannya yang singkat itu,  dia tidak pernah pulang sebelum tengah malam. "Setiap pukul 23, Presiden Habibie selalu menelepon mengecek ketersediaan sembako," ujar Saefuddin yang kini menjadi Ketua Pembina Dewan Da'wah.

Dalam masa jabatannya yang singkat, Habibie berhasil membentuk berbagai undang-undang yang kelak menjadi landasan bagi pelaksanaan reformasi.

Habibie yang ramah, juga seorang yang tegas. Selama masa kepemimpinannya, dia menegaskan semua pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) hanya boleh dilakukan di gedung DPR. Dan memang, selama Habibie menjadi Presiden, tidak ada satupun panitia khusus atau panitia kerja yang bersidang di  hotel mewah. Jangankan di hotel mewah, di hotel kelas melati pun tidak ada. Semuanya diselesaikan di gedung parlemen!

Habibie yang pekerja keras dan berprestasi itulah yang oleh lawan-lawan politiknya dianggap potensial memenangkan pemilihan presiden.Oleh karena itu, berbagai upaya menjegal Habibie dilakukan. Mulai isu Habibie  berkewarganegaraan ganda, sampai cara-cara kasar yang tidak terhormat di ruang sidang paripurna MPR.

Pagi itu, 1 Oktober 1999, sebagai kepala negara Presiden Habibie datang ke MPR untuk menghadiri upacara pelantikan anggota DPR/MPR periode 1999-2004. Di luar dugaan, kedatangan Presiden yang sah itu disambut dengan teriakan mencemooh "huuu...," oleh sebagian anggota DPR/MPR. Sebagian "anggota yang terhormat" itu menolak berdiri saat Presiden Habibie memasuki ruangan sidang.

Merespons sikap radikal dan intoleran sebagian "anggota yang terhormat" itu, Presiden Habibie tersenyum dengan mata bulatnya yang berpendar disertai lambaian tangan persahabatan.Dan dari cerita mantan Pimred Republika, Parni Hadi, dalam talk show mengenang Habibie di sebuah televisi mengenai apa yang dilakukan Habibie pada saat dicemooh sebagian anggota MPR dengan teriakan 'huu' itu, Habibie mengatakan saat mendengar teriakan itu dirinya malah mengucapkan atau mendaraskan doa melalui mulut dan hatinya. Ini sebuah sikap luar biasa!

Namun, insiden 1 Oktober 1999 yang digerakkan oleh kaum 'radikal' dan 'intoleran' itu dinilai anggota parlemen AM Fatwa sebagai sikap yang memalukan. Fatwa langsung mengajukan interupsi kepada Pimpinan Sementara Majelis, Suyitno Hardjosudiro.

“Pimpinan Sidang, saya minta anggota Majelis yang berteriak ‘huuu’ agar dikoreksi, karena tidak baik tindakan seperti itu dilakukan terhadap kepala negara. Ini bukan gedung bioskop. Ini sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terhormat,”  kata fata dalam interupsinya.

Pernyataan Fatwa itu kemudian dijawab oleh ketua sidang.

“Memang harus demikian sesuai dengan koreksi Saudara,” kata Suyitno membenarkan sikap Fatwa.

Habibie Kalah, Habibie Menang

Cemooh kepada Habibie tidak berhenti sampai di situ. Dalam pemandangan umum menanggapi laporan pertanggungjawaban Presiden Habibie, ada anggota parlemen yang menggunakan kata-kata kasar seperti "tidak becus". Anggota yang lain mengejek Presiden dengan menirukan cara bicara Habibie. Tak tanggung-tanggung ada anggota MPR dalam sidang paripurna berpidato sembari memarodikan gaya bicara Habibie mirip aktor lawak dari Yogyakarta.

Akhirnya, seperti sudah diduga laporan pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR. Namun, meski ada penolakan itu,  betapapun didesak oleh para pendukungnya untuk terus maju, Habibie memilih mundur dari arena pemilihan pemilihan. Habibie dalam beberapa kesempatan mengaku merasa tidak bermoral jika dia terus maju sementara MPR telah menolak laporan pertanggungjawabannya.

Lalu merajukkah Habibie? Ternyata tidak. Saat KH Abdurrahman dilantik menjadi Presiden RI, Habibie hadir tetap dengan mata bulatnya yang berpendar-pendar, senyumnya yang menyapa ramah setiap orang, dan gayanya yang spontan. Habibie memang dikalahkan, tetapi sejatinya dialah sang pemenang. Dia telah memenangkan pertarungan menjadi demokrat sejati yang bermartabat. Dia tak mau atau sudi jadi sosok hipokrit.

Selamat jalan Pak Habibie. Teladan kenegarawanmu abadi. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement