REPUBLIKA.CO.ID, REMPANG -- Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City terhampar seluas 471 hektare di tepi perairan Galang. Ini akan jadi permukiman baru yang khusus dibangun bagi masyarakat Rempang terdampak Proyek Stategis Nasional Rempang Eco-City.
Pada akhir 2024, pemerintah komit permukiman Tahap 1 dapat dihuni masyarakat Rempang. Total 3.000 kavling akan dibangun berlokasi tepatnya di Dapur 3, Sijantung, Galang, yang masih berada di satu garis pantai dengan lokasi warga sebelumnya di Rempang.
Tak ada hal yang perlu dikhawatirkan, karena Pemerintah telah sampaikan komitmennya untuk berikan hak masyarakat sesuai aturan yang ada. Satu rumah akan diganti dengan satu rumah tipe 45 bernilai Rp 120 juta, tanah pun diberikan seluas maksimal 500 meter persegi. Pemerintah pun janji akan menanggung biaya hidup masyarakat sampai rumah tetap mereka jadi.
"Pemerintah tak akan pernah menyengsarakan rakyatnya. Percaya Bapak Ibu, kami tak mungkin merelokasi Bapak Ibu begitu saja," kata Pimpinan BP Batam Muhammad Rudi saat sosialisasi maupun di forum-forum, dikutip dari siaran persnya.
Bahkan, ada dermaga untuk melabuhkan kapal, termasuk menyiapkan pemakaman yang rapi untuk menghormati para leluhur.
Rempang dan Teori Balon Habibie
Melihat Rempang sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari impian besar Bapak Pembangunan BJ Habibie. Tokoh penting dalam sejarah Indonesia, yang lama bermukim di Eropa itu melihat bahwa kawasan Barelang (Batam-Rempang-Galang) mulai dapat dibangun jadi satu kesatuan ekonomi secara terintegrasi, mirip Benelux (Belgia-Netherlands-Luxemburg).
Dari situ, muncul pemikiran untuk menarik ekonomi perdagangan dan pariwisata dari Singapura melalui konsep "Teori Balon” yang ia usung saat membesarkan "Batam" sejak 1971.
Sebagai persiapan, Habibie membangun enam Jembatan Barelang untuk menghubungkan pulau Batam, Rempang, Galang (Barelang) dan pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Tonton, Pula Nipah, Pulau Setoko, dan Pulau Galang Baru.
Prof Habibie, yang meraih gelar Doktor Ingenieur dengan penilaian Summa Cumlaude (nilai rata-rata 10) dari Maschinenwesen, Aachen, Jerman Barat (1965), percaya bahwa perekonomian Singapura dan kawasan sekitarnya diibaratkan "suatu sistem balon" yang dihubungkan satu sama lain dengan katup.
Alasan penggunaan katub yakni apabila salah satu balon terus menerus memuai, maka suatu saat tekanannya akan melebihi titik kritis sehingga bias pecah. Untuk mencegah agar balon pertama tidak pecah, maka balon ke-2 dapat mengambil kelebihan tekanan melalui katup dan dapat membesar tanpa menyebabkan balon pertama kempes. Hal ini akan terus mengalir hingga ke balon 2 dan tiga dan seterusnya.
Balon pertama tentunya Singapura akan terus membesar karena perekonomiannya memang maju pesat sehingga boleh dialirkan ke Batam dan setelah membesar kemudian diberi katup agar bias dialirkan ke Rempang dan Galang. Lebih jauh lagi, bahkan Kepala BP Batam pernah sampaikan dalam forum, harapanya pulau-pulau lain di Kepri akan ikut maju.
"Dengan pengembangan infrastruktur Batam Rempang ke Galang, maka Bintan akan ikut maju, Provinsi Kepri akan maju, dan Indonesia akan maju." Kata Muhammad Rudi.
Polemik Rempang, investasi bukan janji
Rempang Eco-City: Industri, teknologi dan Kearifan lokal. Tiga komponen penting untuk masa depan. Masa depan generasi pemuda Rempang Galang. Masa depan Ekonomi Barelang dan Marwah Indonesia di mata negeri sebrang.
Dengan nilai investasi sekitar Rp 381 triliun hingga tahun 2080 nanti, pengembangan Pulau Rempang memberi dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Spillover Effect) wilayah Batam serta kabupaten/kota lain di Provinsi Kepri.
Development Plan PT MEG, menunjukkam Pulau Rempang dengan luasan kurang lebih 17 ribu hektare akan dibangun menjadi kawasan industri, perdagangan, residensial hingga wisata yang terintegrasi.
Dengan konsep "Green and Sustainable City", wilayah ini akan membuka ratusan ribu lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat Kepri, khususnya pemuda Rempang. Bahkan target, 30 ribu tenaga kerja sampai 2028 dan 306 ribu orang selama pengembangan kawasan hingga 2080 mendatang.
Publik harus jeli melihat kearifan lokal yang tak akan ditinggal, apalagi BP sudah komit kepada publik. Namun, tampaknya publik tak percaya begitu saja karena rumah ganti belum tampak jadi.
Betul saja, karena kata Kepala BP Batam sedari awal Rumah itu akan jadi di akhir 2024. Dan selama itu, ia komit gelontorkan biaya untuk warga yang terdampak.
"Maunya Rudi rumah-rumah warga jadi, sehari semalam. Tapi Rudi hanyalah perpanjangan tangan pusat di daerah. Ada regulasi yang harus menunggu prosedur dari pusat," ujarnya.
Kepala Biro Humas, BP Batam, Ariastuty saat ditanya menjawab, pembangunan rumah dengan biaya tak sedikit harus melalui prosedur dan payung hukum yakni Peraturan Presiden.
"Kami sudah koordinasi selalu baik dengan Pemerintah dalam hal ini Kementerian terkait, kami sudah upayakan ini cepat, sambil kami dilapangan juga sosialiasi, kami harap masyarakat mendapat informasi jelas, bukan dari pihak-pihak lain," ujar Ariastut.
Lalu menanggapi kejadian pada Kamis (7/9/2023), Arias mengatakan pihaknya sangat menyayangkan harus menjadi demikian. "Bapak Kepala (Muhammad Rudi) bahkan mengawal warga yang terkena imbas, beliau khawatir dan minta kami cek ke lokasi. Semua yang terkena, kita kawal untuk dapat pengobatan di Rumah Sakit hingga memastikan kembali dengan selamat," kata Tuty.
Terakhir, ia umumkan bagi warga yang secara sukarela ingin menyerahkan lahannya kembali pada pemerintah bisa mengunjungi tiga posko yakni RSKI Galang, Kantor Camat Galang dan PTSP Batam Center.