REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon berharap rencana pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota ke Provinsi Kalimantan Timur tidak menjadi pepesan kosong belaka. Hal ini menyusul masih banyaknya persoalan yang harus dihadapi untuk merealisasikan hal tersebut.
"Saya berharap hari ini kita tidak hanya berbicara pepesan kosong (soal wacana pemindahan Ibu Kota)," ujar Fadli di Jakarta, Selasa (3/9).
Fadli beranggapan wacana pemindahan Ibu Kota negara yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo terkesan mendadak dan tergesa-gesa. Menurut dia, aspek terkait ekonomi, politik, sosial dan budaya hingga kini belum diperhitungkan secara matang.
Fadli mengatakan pemindahan Ibu Kota negara bisa saja dilakukan dengan syarat kondisi ekonomi telah membaik, serta permasalahan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran teratasi. Hal ini sebagaimana terjadi di negara-negara lain yang telah lebih dulu memindahkan Ibu Kota negara.
Namun, dirinya menilai syarat tersebut belum bisa dipenuhi oleh pemerintah. "Sekarang kita lihat hutang luar negeri besar, persoalan pangan dan energi, jadi masih ada persoalan dasar. Lalu tiba-tiba memindahkan ibu kota dengan biaya besar," kata Fadli.
"Ini juga belum ada di APBN, lantas siapa yang membiayai pemindahan Ibu Kota ini? Tentu menimbulkan kekhawatiran," sambung dia.
Selain itu, lanjutnya, rencana pemindahan Ibu Kota juga masih terganjal masalah legalitas, seiring belum adanya payung hukum yang menaungi. Fadli mengatakan setidaknya terdapat sejumlah undang-undang yang perlu direvisi untuk melegalkan rencana pemindahan Ibu Kota Negara.
Di antaranya, UU Nomor 29 tahun 2007, UU Nomor 24 tahun 2007, UU Nomor 23 tahun 2002, dan UU Nomor 10 tahun 2016. "Jadi pemindahan Ibu Kota ini perlu proses panjang," ucap dia.