Kamis 29 Aug 2019 17:02 WIB

Capim KPK Ini tak Usut Kasus Korupsi di Polri Jika Terpilih

Roby menilai penanganan korupsi di Polri baiknya di Kompolnas.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) 2019 kembali melakukan tes wawancara dan uji publik terhadap terhadap tujuh kandidat komisioner KPK pada Kamis (29/8).

Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian, Roby Arya Brata menjadi salah satu peserta wawancara dan uji publik di hari ketiga. Diketahui, Roby sudah tiga kali mendaftar untuk menjadi pimpinan KPK. 

Baca Juga

Dalam wawancaranya, Roby mengatakan bila terpilih menjadi pimpinan lembaga antirasuah maka ia tak akan mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan institusi Polri dan Kejaksaan.

Pernyataan tersebut ia sampaikan menanggapi pertanyaan dari anggota Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji yang menanyakan adanya faksi dan friksi di penindakan umum KPK. 

"Kalau saya ke depan, KPK tidak punya lagi kewenangan untuk menyidik korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan, tidak lagi," tutur Roby di Gedung Kementerian Sekertariat Negara, Kamis (29/8).

Menurut Roby, salah satu kekeliruan KPK selama ini lantaran  KPK memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi di Polri dan Kejaksaan. Oleh karenanya, terjadilah 'cicak versus buaya 'sampai tiga jilid. Bahkan, jika KPK tak berusaha mengungkap kasus korupsi di Polri, maka tak akan ada penyerangan air keras yang diterima penyidik senior KPK Novel Baswedan.

"Karena KPK punya kewenangan itu, KPK tidak bisa bekerja. Coba, tidak ada jaminan, kasus Novel Baswedan dan cicak buaya tidak akan terjadi lagi ke depan kalau KPK masih punya kewenangan untuk tangani korupsi di Mabes Polri," ujar dia.

Ada baiknya, lanjut Roby, bila penanganan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Polri  dilimpahkan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). "Bukannya menghilangkan (kasus korupsi di Polri), tapi memindahkan kewenangan itu pada Kompolnas, beri Kompolnas kewenangan penyidikan. Ini terjadi di Australia," ucap dia.

Setidaknya, menurut Roby, jika KPK tak mengusut kasus korupsi di Polri, maka hubungan antar kedua lembaga penegak hukum itu akan harmonis. Sebab, jika KPK mengusut kasus di Polri, maka akan ada perlawanan balik. "Kalau KPK tidak punya kewenangan, akan harmonis itu lembaga-lembaga," kata Roby.

Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2019 kembali melakukan tes wawancara dan uji publik terhadap terhadap tujuh kandidat komisioner KPK. Uji publik hari ketiga ini masih berlangsung di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/8).

Di hari terkahir, sebanyak enam capim KPK yang menjalani uji publik tersebut adalah Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet Roby Arya Brata, PNS Kementerian Keuangan Sigit Danang Joyo, dan Wakapolda Kalbar Sri Handayani.

Kemudian, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Sugeng Purnomo, Direktur Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, dan Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Supardi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement