Kamis 29 Aug 2019 14:04 WIB

Ketua DPR Minta Koopsus TNI Dioperasikan ke Papua

Ketua DPR meminta Komisi I melakukan kajian terkait dinamika di Papua saat ini.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Wajah pengunjuk rasa digambar bendera kejora di aksi dekat Istana, Rabu (28/8). Aksi dilakukan oleh mahasiswa Papua Barat sebagai protes atas insiden rasis.
Foto: AP
Wajah pengunjuk rasa digambar bendera kejora di aksi dekat Istana, Rabu (28/8). Aksi dilakukan oleh mahasiswa Papua Barat sebagai protes atas insiden rasis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai, Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI yang belum lama diresmikan bisa dioperasikan ke Papua. Ia mengaku prihatin atas jatuhnya korban dalam aksi unjuk rasa di Deiyai, Papua, pada Rabu (29/8).

"Kita punya punya komando operasi khusus untuk itu, yang baru saja diresmikan kemarin dan bisa segera kita operasikan," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8).

Baca Juga

Sebagai ketua DPR, Bamsoet mengaku telah mendorong Komisi I untuk segera melakukan kajian. Kajian itu terkait kategorisasi dinamika di Papua sebagai gerakan separatis atau gerakan orang bersenjata.

"Jadi kami serahkan sepenuhnya kepara Komisi I untuk meminta penjelasan kepada pihak-pihak terkait dan kemudian merumuskan dalam bentuk langkah-langkah yang lebih konkret," kata Bamsoet.

Koopsus TNI merupakan tim antiteror yang terdiri dari gabungan tiga matra TNI. Pembentukan Tim ini sempat dipertanyakan berbagai pihak lantaran masing-masing matra sudah punya unit antiteror. Polri pun sudah memiliki Densus 88 untuk memberantas terorisme.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meresmikan pembentukan Koopsus pada Selasa (30/7). Pembentukkan Koopssus TNI berlandaskan pada Peraturan Panglima (Perpang) TNI Nomor 19 Tahun 2019 tanggal 19 Juli 2019 tentang Organisasi dan Tugas Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia.

Pembentukan Koopsus ini juga telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo lewat Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 10 Tahun 2010 tentang Sususan Organisasi Tentara Nasional Indonesia. Perpres tersebut ditandatangani dan mulai berlaku sejak 3 Juli 2019 lalu.

Sebelumnya, Polda Papua memastikan dua warga sipil dan seorang anggota TNI meninggal dalam rusuh unjuk rasa di Deiyai, Papua pada Rabu (28/8). Lima aparat juga mengalami luka akibat serangan panah.

Berdasarkan data dari Bidang Humas Polda Papua, satu orang massa terkena tembakan di kaki dan Meninggal Dunia di RS Enarotali. Satu  orang massa lainnya meninggal terkena panah di perut di halaman kantor Bupati Deiyai.

Sementara dari pihak aparat, seorang anggota TNI meninggal karena tertancap panah. Seorang personel TNI, seorang personel Brimob, serta tiga personel Samapta Polres Paniai terkena luka panah.

"Semua korban telah dievakuasi ke Rumah Sakit Enarotali untuk mendapatkan perawatan," demikian tertulis dalam keterangan yang dikirim oleh Kabid Humas Polda Papua Komisaris Besar Polisi AM Kamal, Rabu (28/8).

Polri menyebut, insiden ini dipicu dari tuntutan penandatanganan referendum pada Bupati Deiyai oleh ratusan pengunjuk rasa. Kegiatan tersebut berujung ricuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement