Rabu 28 Aug 2019 04:20 WIB

KPK Perpanjang Penahanan 6 Tersangka Suap Impor Bawang Putih

Perpanjangan penanganan 6 tersangka untuk menyelesaikan berkas penyidikan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nur Aini
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyampaikan keterangan pers tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT) pengurusan izin impor bawang putih di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyampaikan keterangan pers tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT) pengurusan izin impor bawang putih di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan enam tersangka kasus dugaan suap pengurusan impor bawang putih. Dalam perkara yang berawal dari tangkap tangan tersebut, KPK menetapkan enam orang tersangka yakni anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra, pihak swasta Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, Elviyanto, Zulfikar dan Mirawati Basri orang kepercayaan Nyoman.

"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai tanggal 28 agustus 2019 sampai dengan 6 oktober 2019 untuk 6 tersangka terkait dengan pengurusan izin import bawang putih tahun 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (28/9).

Baca Juga

Perpanjangan penahanan tersebut, kata Febri, guna merampungkan berkas penyidikan. Dalam perkara itu diduga Afung sebagai pemilik PT Cahaya Sakti Agro (PT CSA) menyuap  Nyoman agar mendapat jatah kouta impor bawang putih sebesar 20 ribu ton. PT Cahaya Sakti Agro (PT CSA) yang bergerak di bidang pertanian itu diduga memiliki kepentingan dalam mendapatkan kuota impor bawang putih. 

Untuk melancarkan rencananya, Afung kemudian bekerja sama dengan Doddy dan Zulfikar untuk mendekati Mirawati dan Elvianto yang merupakan orang dekat  Nyoman. Mereka pun melakukan sejumlah pertemuan untuk membahas pengurusan perizinan impor bawang putih dan kesepakatan fee.

Dari pertemuan-pertemuan tersebut muncul permintaan fee dari Nyoman melalui Mirawati. Angka yang disepakati pada awalnya adalah Rp 3,6 miliar dan komitmen fee Rp 1.700- Rp 1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.

Komitmen fee tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20 ribu ton bawang putih untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh Afung. Dikarenakan perusahaan-perusahaan yang membeli kuota dari Afung belum memberikan pembayaran, Afung tidak memiliki uang untuk membayar komitmen fee tersebut dan kemudian ia meminta bantuan Zulfikar memberi pinjaman. 

Zulfikar disebutkan akan mendapatkan bunga dari pinjaman yang diberikan, yaitu Rp 100 juta per bulan. Jika impor terealisasi, Zulfikar akan mendapatkan bagian Rp 50 untuk setiap kilogram bawang putih tersebut.

Dari pinjaman Rp 3,6 miliar tersebut, telah direalisasi sebesar Rp 2.1 miliar. Setelah menyepakati metode penyerahan, pada 7 Agustus 2019 sekitar pukul 14.00 siang Zulfikar mentransfer Rp 2,1 miliar ke Doddy. 

Kemudian Doddy mentransfer Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer milik  Nyoman. Uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus SPI.

Sementara Rp 100 juta masih berada di rekening Doddy yang akan digunakan untuk operasional pengurusan izin. Diduga uang Rp 2 miliar yang ditransfer melalui rekening adalah uang untuk “mengunci kuota impor yang diurus. Dalam kasus ini teridentifikasi istilah “lock kuota". Saat ini semua rekening dalam kondisi diblokir oleh KPK.

Atas perbuatannya, sebagai pihak pemberi suap, Afung, Doddy dan Zulfikar disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak penerima suap, I Nyoman Dhamantra, Mirawati, dan Elviyanto ‎disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement