Selasa 20 Aug 2019 14:33 WIB

Sosiolog: Pendidikan Multikultural Harus Diajarkan Sejak SD

Pendidikan multikultural dianggap dapat mencegah pecahnya insiden seperti di Jatim.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Reiny Dwinanda
Sejumlah polisi membersihkan sisa kerusuhan di salah satu ruas jalan di Manokwari, Papua Barat, Selasa (20/8/2019).
Foto: Antara/Tomi
Sejumlah polisi membersihkan sisa kerusuhan di salah satu ruas jalan di Manokwari, Papua Barat, Selasa (20/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Nasional Sigit Rochadi mengatakan, pendidikan multikultural harus diajarkan sejak sekolah dasar (SD). Hal tersebut penting untuk menanamkan nilai-nilai kemajemukan dalam berbudaya dan bermasyarakat untuk mencegah sikap yang mempersoalkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di kemudian hari.

"Tidak kalah penting, pendidikan multikultural harus diberikan sejak SD," kata Sigit saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Sigit mengatakan, masih kentalnya persoalan mengenai suku dan etnisisme seperti yang terjadi di Jawa Timur dan memicu demonstrasi berujung kericuhan di Papua dikarenakan pendidikan multikultural di Indonesia belum lama diberikan. Sigit menilai aspirasi dari kelompok etnik masih kuat mencuat, di mana masing-masing menginginkan supaya nilai-nilai budayanya tidak diabaikan atau nilai budayanya diperhatikan dan diberikan ruang lebih luas.

Menurut dia, elite pemerintah juga harus memberikan ruang dan memperlakukan secara adil masyarakat minoritas sebagaimana apa yang didapatkan oleh kelompok mayoritas. Dia mengatakan pemerintah harus mengupayakan untuk mengangkat anggota kepolisian, tentara, satpol PP, petugas pemerintahan dari seluruh kalangan etnik masyarakat Indonesia.

Kericuhan meledak di Manokwari pada Senin (19/8). Masyarakat di ibu kota Papua Barat itu turun ke jalan bersama mahasiswa.

Mereka membakar ban-ban di berbagai sudut kota dan jalan protokol. Mobilisasi massa juga terjadi di Jayapura dan Sorong, Papua. Aksi tersebut sebagai bentuk protes atas dugaan tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.

Sementara itu, Kepolisian Daerah Jawa Timur masih melakukan penyelidikan untuk menemukan oknum yang diduga melakukan tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, seperti yang ada di video yang viral di media sosial. Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan mengaku belum bisa mengambil tindakan terkait dugaan tindakan rasisme seperti yang ada di video tersebut. Luki mengaku masih menjalin komunikasi dengan TNI.

"Ini kita lagi selidiki dan sudah kita komunikasikan berita-berita ini dan kita ada pihak yang memang kita akan komunikasikan dengan instansi terkait (TNI)," kata Luki di Surabaya, Selasa (20/8).

Luki mengatakan, pihaknya juga akan meneruskan pemeriksaan insiden perusakan bendera di halaman asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Menurut Luki, sudah beberapa saksi dari mahasiswa Papua diperiksa di Mapolrestabes Surabaya.

"Sudah, pemeriksaan terkait saksi terkait bendera dan lain-lainnya itu sudah kami periksa dan memang berita ini datangnya darimana. Kami juga sudah tanya dan sampaikan kepada mereka (mahasiswa Papua). Kami ada azas praduga tak bersalah dan memang kami lakukan pendataan dan kami kembalikan ke asrama karena siatuasi sudah kondusif," kata Luki.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement