Selasa 20 Aug 2019 07:51 WIB

Mengerikan, Ada Mikroplastik di Udara yang Kita Hirup

Mikroplastik juga sudah mencemari daerah yang paling terpencil, Kutub Utara.

Hewan laut memiliki kemungkinan terbesar terpapar mikroplastik akibat sampah plastik yang dibuang sembarangan. (ilustrasi)
Foto: Pxhere
Hewan laut memiliki kemungkinan terbesar terpapar mikroplastik akibat sampah plastik yang dibuang sembarangan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ancaman pencemaran lingkungan akibat sampah plastik meluas di muka bumi. Tak hanya mengotori daratan dan lautan, para peneliti terkejut setelah menemukan fakta ada mikroplastik di dalam butiran salju yang turun. Bahkan, dari hasil survei mereka yang dipublikasikan pekan lalu, mikroplastik tersebut sudah mencemari daerah yang paling terpencil, yaitu Kutub Utara.

Partikel plastik di Kutub Utara ditemukan para peneliti asal Jerman dan Swiss. Mereka menerbitkan temuan tersebut dalam jurnal Science Advances berjudul "White and wonderful? Microplastics prevail in snow from the Alps to the Arctic" pada 14 Agustus kemarin (advances.sciencemag.org/content/5/8/eaax1157).

Dalam laporan itu disebutkan, sejumlah fragmen mikroplastik dan fiber mencapai gumpalan es di Selat Fram, sebuah hamparan laut yang tidak berpenghuni di Kutub Utara. Lokasinya berada di Greenland dan Kepulauan Svalbard di Arktika, Norwegia.

Dilansir dari National Geographic, Selasa (19/8), para ilmuwan Alfred Wegener Institute untuk Kajian Maritim dan Kutub, Jerman, dan Institut Kajian Salju dan Longsor, Swiss, mengukur mikroplastik di sampel salju yang diambil dari lokasi terpencil selama penelitian yang dilakukan pada 2015-2017. Mereka menemukan bahwa mikroplastik di salju Kutub Utara berasal dari langit.

Hasil penelitian ini meningkatkan kekhawatiran tentang jumlah kontaminasi mikroplatik di atmosfer karena dapat mengancam kesehatan manusia dan hewan. "Saya pikir jalur paparan utamanya mungkin udara yang kita hirup," kata Melanie Bergmann, ahli ekologi kelautan dari Alfred Wegener Institute dan penulis utama di penelitian ini, saat diwawancara.

Walaupun terpencil, Kutub Utara ternyata tak steril. Polusi dari seluruh dunia mengalir ke sana. Bergmann dan rekan-rekannya sudah meneliti plastik di dataran Kutub Utara sejak tahun 2002. Dalam 10 tahun terakhir mereka melihat ada peningkatan kontaminasi mikroplastik yang luar biasa. Di salah satu pos penelitian, mereka melihat ada peningkatan 10 kali lipat.

Mereka pun meneliti mikroplastik di laut Kutub Utara. Ternyata jumlah mikroplastik di laut sama besarnya. Mikroplastik dalam jumlah banyak muncul di mana pun mereka melihat. Di sedimen laut dalam, mereka menemukan sekitar 6.000 partikel di setiap 2,2 pon lumpur.

Partikel plastik di es laut bahkan lebih banyak lagi. Menurut Bergmann, ada 12 ribu partikel mikroplastik per 34 ons es yang meleleh. Peneliti lain menemukan permukaan air di laut Kutub Utara memiliki konsentrasi mikroplastik tertinggi dari semua samudra di dunia. "Kami bertanya pada diri kami sendiri, dari mana semua ini?" kata Bergmann.

Para peneliti mengatakan, mikroplastik sebagian besar dibawa Gulf Stream, arus laut panas dari lautan utara Atlantik di timur Amerika Utara. Selain itu, mikroplastik berasal dari Samudra Atlantik, tetapi sebagian besar berasal dari Eropa Utara.

Bergman mengatakan, ia kemudian menerka-nerka soal kemungkinan mikroplastik terbawa oleh angin lalu jatuh di Kutub Utara yang letaknya sangat jauh. "Jawabannya ternyata iya."

Sampel es yang diambil dari Selat Farm memiliki konsentrasi mikroplastik yang tinggi. Di salah satu titik yang terletak di tengah selat, terdapat 14 ribu per 34 ons. Rata-rata per sampel hanya 1.800 partikel.

Sebagai perbandingan, para peneliti juga menganalisis salju di dekat kota-kota Jerman dan daerah pegunungan Alpen di Swiss. Sementara, sampel yang diambil di kota-kota itu memiliki 24.600 partikel mikroplastik per 34 ons.

Para peneliti masih beranggapan jumlah mikroplastik yang ditemukan di Kutub Utara sangat banyak. Hal itu juga membuktikan mikroplastik telah mengontaminasi udara. "Pada dasarnya, mikroplastik di mana-mana, transportasi udara salah satu jalur transportasi mikroplastik ke daerah terpencil di bumi," kata Bergmann.

Artinya, kata dia, ada kemungkinan mengontaminasi atmosfer sehingga mengancam kesehatan manusia dan binatang. "Mikroplastik itu ada di udara dan bukan tidak mungkin kita telah menghirupnya dan mungkin sebagian telah sampai di paru-paru kita," kata Bergmann.

Kepala unit Kesehatan Satwa Liar Kanada Jeniffer Provencher mengatakan, penelitian terbaru menunjukkan realitas mikroplastik bertebaran di udara. Provencher mempelajari dampak plastik pada ekosistem Kutub Utara dan terlibat dalam penelitian Bergmann.

"Kami lebih banyak bekerja dalam hal ini. Ini bukan masalah di tengah laut, ini masalah daratan, masalah udara, masalah tropis, dan masalah kutub," kata dia.

photo
Pengereman dan ban mobil menciptakan sampah mikroplastik. (ilustrasi)

Namun, Provencher tidak terlalu mengkhawatirkan ancaman mikroplastik yang terhirup satwa liar. "Dari perspektif ekosistem, kami lebih khawatir tentang apa yang terjadi ketika salju mencair dan masuk ke lingkungan satwa laut," katanya.

Peneliti mikroplastik University of Toronto, Chelsea Rochman, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, merasa cukup terkejut setelah mengetahui partikel mikroplastik dapat berpindah tempat melalui atmosfer. "Namun, ketika kami mundur ke belakang dan melihat gambaran besarnya, kami tahu ini bukan zat kontaminasi yang baru," kata Rochman.

Mikroplastik muncul pada saat bahan atau benda buatan manusia pecah, menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dari 5 milimeter. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada April oleh tim Inggris-Prancis menunjukkan bahwa mikroplastik jatuh dari langit ke Pyrenees Prancis, wilayah lain yang diperkirakan masih asli.

Para peneliti berasumsi, kontaminasi itu berasal dari kapal yang bergesekan dengan es. Namun, mereka juga berspekulasi bahwa mikroplastik menyebar lewat udara.

Ilmuwan dari Institut Penelitian Udara Norwegia Sofie Heimstad mengatakan, beberapa polusi partikel mikropasti bersifat lokal dan beberapa telah menyebar jauh dari tempat asalnya.

"Kita tahu bahwa sebagian besar dari apa yang kita analisis di sana dan pengukurannya adalah polusi jangka panjang yang datang dari Eropa, Asia, dan seluruh dunia," kata Heimstad, dilansir BBC. n lintar satria/rossi handayani, ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement