Senin 29 Jul 2019 23:19 WIB

Cerita Anak Yatim di Tangerang yang Gagal Lulus PPDB Online

Ikhwan merasa dirinya seharusnya diterima di SMA 4 Tangerang berdasar sistem zonasi.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Andri Saubani
M. ikhwan Alfarisi (15), Yatim yang hingga kini belum bisa sekolah lantaran ditolak masuk SMAN 4 Tangerang tempat dirinya mendaftar. Pada Senin (29/7) dirinya dan tokoh masyarakat Kelurahan Periuk Jaya melaporkan SMA tersebut ke Inspektorat Provinsi Banten.
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
M. ikhwan Alfarisi (15), Yatim yang hingga kini belum bisa sekolah lantaran ditolak masuk SMAN 4 Tangerang tempat dirinya mendaftar. Pada Senin (29/7) dirinya dan tokoh masyarakat Kelurahan Periuk Jaya melaporkan SMA tersebut ke Inspektorat Provinsi Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Seorang calon siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), M. Ikhwan Alfarisi (15), masih kebingungan memikirkan nasib kelanjutan sekolahnya. Alasannya, dirinya ditolak masuk ke SMAN 4 Tangerang tempat dirinya mendaftar.

Ikhwan yang merupakan anak yatim ini, mengaku bingung dengan proses PPDB yang ada di SMA tersebut. Karena menurutnya, seharusnya dirinya bisa masuk jika memang seleksi bergantung dengan sistem zonasi yang berlaku.

"Jarak rumah cuma sekitar 1,2 kilometer ke SMA 4, terus ada tetangga yang dekat rumah sudah diterima di sana tapi saya doang yang enggak," terang remaja yang biasa dipanggil Ikhwan ini, Senin (29/7).

Menurutnya, dua teman sejawat yang tinggal dekat tempat tinggalnya di Kelurahan Periuk Jaya, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang, ternyata bisa masuk ke sekolah tersebut dan hanya menyisakan dirinya yang gagal sedari seleksi PPDB online.  Paman Ikhwan, Yudha R.F. (52) mengisahkan bahwa pada awal pengumuman hasil seleksi PPDB, Ikhwan memang sudah dinyatakan gagal masuk SMAN 4, namun karena sekolah tersebut adalah fasilitas sekolah yang dirasa paling bisa dijangkau dana dan jaraknya, Yudha mengirimkan surat permohonan lanjutan.

Lanjut Yudha, Ikhwan termasuk dalam keluarga prasejahtera yang tidak akan sanggup jika harus sekolah di swasta. Kondisi ekonomi keluarga Ikhwan yang sulit dengan hanya mengandalkan jualan warung jajanan makanan ringan ibunya, menurut Yudha yang memberanikannya untuk mengirim permintaan lanjutan kepada SMAN 4.

"Ikhwan ini ayahnya kan sudah meninggal, ibunya jualan di warung dan tempat tinggal sekarang juga posisinya numpang. Kalau dibilang dia itu nggak punya tempat tinggal. Jadi kan kalau ke SMAN 4 kan biaya sekolah negeri terjangkau. Kalau harus ke sekolah negeri lain harus naik angkot dua kali. Ke swasta nggak sanggup," terang Yudha.

Lolosnya siswa lain yang rumahnya berdekatan dengan tempat tinggal Ikhwan juga jadi pertimbangan dirinya mengajukan surat permohonan. Dirinya heran dengan sistem PPDB di sekolah tersebut yang hanya menggagalkan keponakannya.

Bahkan, menurutnya, status anak yatim Ikhwan bisa jadi pertimbangan lebih bagi sekolah untuk menerima keponakannya. Tapi yang terjadi justru anak-anak yang statusnya baik secara ekonomi yang akhirnya diterima.

"Kan ada Undang-undang yang mengatakan kalau fakir miskin itu dipelihara oleh negara. SMAN 4 kan sekolah negeri harapannya bisa difasilitasi untuk anak-anak seperti Ikhwan," tuturnya.

Sementara tokoh masyarakat Kelurahan Periuk Jaya, Ujang Umar Jaya mengaku mendampingi keluarga Ikhwan untuk mengajukan permohonan kepada sekolah. Kondisi ekonomi keluarga Ikhwan saat ini menurutnya sangat layak jika sekolah memfasilitasi pendidikan bagi siswa ini.

Namun, pada proses pengajuannya justru Kepala Sekolah yang bersangkutan sulit ditemui meski dirinya sudah berupaya mendatangi Kepala Sekolah SMAN 4 di tempat-tempat kegiatan Kepala Sekolah tersebut. Karena kesulitan itu, dirinya berinisiatif meminta pegawai Tata Usaha (TU) di SMAN 4 untuk menyampaikan permohonannya yang akhirnya ditolak guru Kesiswaan di sekolah tersebut.

"Saya dipimpong sana-sini sampai 10 kali hanya untuk ketemu kepala sekolahnya. Dibilang Kepala Sekolah lagi kegiatan ke mana padahal mobilnya ada sebenarnya keliahatan di Sekolah. Dan yang buat sedih itu ternyata surat permohonannya ditaruh di Pos Satpam lalu ke siswaannya bilang 'sudah nggak bisa nitip lagi, sekolah sudah tidak menerima siapa pun' padahal bisa cek saya nggak pernah nitip-nitip siapa pun, baru Ikhwan ini karena dia Yatim," jelasnya.

Menurutnya, gagalnya Ikhwan masuk ke Sekolah tersebut mengindikasikan adanya maladministrasi yang ada di PPDB SMAN 4 Tangerang. Dekatnya jarak tempat tinggal Ikhwan namun akhirnya tidak diloloskan adalah indikasi yang merujuk pada kesalahan yanv terjadi di proses PPDB.

Dirinya berharap agar Ikhwan bisa difasilitasi pendidikannya oleh SMAN 4 Tangerang karena seharusnya Ikhwan bisa diprioritaskan dengan kondisinya saat ini. Masalah Ikhwan juga akhirnya membuat ibu Ikhwan sakit karena khawatir dengan pendidikan anaknya.

"Ibunya sakit sekarang ini. Jadi harusnya kan sekolah apalagi negeri yang dibiayai negara dari pajak rakyat bisa memberikan prioritas kepasa anak-anak prasejahtera seperti Ikhwan," jelasnya.

Ujang Umar mengaku saat ini sudah melaporkan masalah ini kepada Inspektorat Provinsi Banten yang pada Selasa (30/7) kedua belah pihak akan dimintai keterangan dan saling memberi klarivikasi. "Kalau sampai setelah inspektorat ini juga masih tidak biaa dan Ikhwan akbirnya tidak bisa sekolah, saya akan naik lagi ke PTUN. Saya Ingin Ikhwan dapat fasilitas pendidikan," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement