Rabu 10 Jul 2019 13:39 WIB

Komisi III DPR Dukung Pemberian Amnesti Baiq Nuril

DPR RI akan memberikan rekomendasi pemberian amnesti jika presiden mengajukanmya.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Komisi III Arsul Sani di ruangannya, DPR RI, Jakarta, Selasa (22/1).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Wakil Ketua Komisi III Arsul Sani di ruangannya, DPR RI, Jakarta, Selasa (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III (Hukum, HAM dan Keamanan) DPR RI mendukung pemberian amnesti bagi Baiq Nuril oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). DPR RI akan memberikan rekomendasi bagi presiden untuk memberikan amnesti bila permohonan amnesti sudah diajukan.

"Kewajiban kami di DPR untuk mendukung presiden memberikan amnesti, itu saya kira DPR dalam posisi mendukung," kata anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (10/7).

Baca Juga

Arsul menjelaskan, pada dasarnya Komisi III telah mendukung upaya -upaya hukum yang diajukan oleh Baiq Nuril dalam perkara hukum yang menimpanya. Komisi III telah memantau proses perkembangan hukum sejak putusan di Pengadilan Negeri hingga mengupayakan peninjauan kembali (PK) ke MA

Dia mengungkapkan, pada awalnya Komisi III mengharapkan MA dapat menghadirkan keadilan restoratif melalui PK yang diajukan atas kasus pelanggaran UU ITE oleh Baiq Nuril, karena merekam perilaku cabul kepala sekolah, Muslim. Namun, ternyata PK itu ditolak MA.

"Karena pada saat Baiq Nuril datang ke Komisi III pun kita juga memberikan dukungan dan kita berharap agar keadilan restoratif itu menjadi putusan PK Mahkamah Agung, tapi itu tidak terjadi. Nah kita berharapnya itu (keadilan) terjadi melalui instrumen amnesti itu," kata Arsul.

Pengajuan Amnesti dilakukan oleh Baiq Nuril kepada presiden. Kemudian, presiden akan meminta pertimbangan pada DPR RI. Dalam hal ini, kata Arsul, DPR RI akan menunggu presiden RI meminta pertimbangan, lalu DPR RI akan memberikan pertimbangan agar Presiden mengabulkan permohonan Baiq Nuril.

"Posisi DPR itu menunggu, tidak bisa DPR menulis surat pada presiden memberikan pertimbangan sementara presidennya belum minta pertimbangan," kata Arsul menegaskan.

Untuk diketahui, MA menolak PK Baiq Nuril, korban pelecehan seksual verbal yang merekam pelecahan terhadapnya. Baiq justru dijerat dengan UU ITE dengan putusan tetap dihukum enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta. MA menyatakan Baiq Nuril bersalah karena melakukan perekaman ilegal dan menyebarkannya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement