REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra, meminta seluruh pemohon dalam perkara sengketa Perselisihan hasil pemilu (Pemilu) Legislatif 2019 memahami permohonan mereka. Saldi meminta pemohon untuk memahami perbedaan antara pemilu ulang, pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang.
"Saya ingin ingatkan kepada seluruh pemohon khususnya kuasa hukum untuk memperhatikan permohonannya. Bahwa ada perbedaan yang mendasar antara pemilu ulang, penghitungan suara ulang, dan pemungutan ulang," ujar Saldi dalam sidang di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/7).
Menurut Saldi, pemahaman yang komprehensif terkait tiga hal tersebut
sangat penting supaya petitum yang dimohonkan tetap relevan dengan maksud yang ingin disampaikan pemohon. "Nanti petitum dan maksudnya ya jaka sambung naik ojek jadinya, enggak nyambung, gitu ya," tegasnya.
Saldi mengakui bahwa, dalam menyampaikan dalil-dalil permohonan, para pemohon terkadang mencampuradukkan ketiga istilah itu. Padahal, kata dia, secara hukum, ketiga istilah tersebut berbeda-beda arti dan konteksnya. "Jangan anda nanti salah menyebutnya, sehingga permohonannya menjadi kabur," tambahnya.
Majelis hakim MK juga minta KPU nantinya menjelaskan makna dan konteks dari istilah
pemilu ulang, pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang sebagaimana diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.