REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, menilai keputusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada sidang pendahuluan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres pada 14 Juni lalu membingungkan pihaknya. Dia menilai, MK tidak memberikan kepastian hukum terhadap permohonan Prabowo-Sandiaga Uno.
Hal ini disebabkan ada dua dokumen yang diajukan. Pertama, permohonan gugatan PHPU pilpres yang diajukan 24 Mei. Kedua, permohonan perbaikan gugatan PHPU pilpres yang disampaikan pada 10 Juni.
"MK-nya tidak pernah memberikan ketegasan tentang apakah menggunakan permohonan 24 Mei atau 10 Juni, ini kan bagi KPU membingungkan, menimbulkan ketidakpastian hukum," ujar Hasyim di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/6).
Padahal, lanjut dia, Peraturan MK (PMK) yang disusun hakim MK sendiri tidak memuat jadwal perbaikan permohonan terhadap sengketa pilpres. Namun, pada sidang pendahuluan pekan lalu, MK justru menyerahkan kepada para pihak untuk memberikan jawaban terhadap permohonan awal atau perbaikan permohonan.
"Kalau kita mengikuti kepastian hukum menurut PMK kan jelas, yang namanya permohonan itu tidak ada perbaikan untuk PHPU Pilpres. Nah ketika ada yang mengajukan perbaikan permohonan, kan kami bertanya, MK mengakomodir ini nggak? Menerima ini nggak? Dalam persidangan kan majelis hakim tidak mengatakan menerima atau tidak menerima," ungkap Hasyim.
Karena adanya ketidakpastian sikap MK, kata Hasyim, KPU akan menjawab semua permohonan Prabowo-Sandi baik versi 24 Mei maupun yang versi 10 Juni 2019. Konsekuensinya, kata dia, KPU juga akan menambah alat bukti baru.
"Untuk itu KPU mengantisipasi, kita jawab semua dengan tambahan-tambahan alat bukti baru, supaya kemudian apa yang dijawab KPU itu sudah mengakomodir, sudah mencakup semua hal yang masuk didalam perbaikan permohonan Paslon 02," jelasnya.
Hasyim menuturkan pada prinsipnya KPU sudah menjawab permohonan Prabowo-Sandi versi 24 Mei lalu termasuk sudah menyiapkan alat buktinya. Dalam menjawab perbaikan permohonan Prabowo-Sandiaga Uno (versi 10 Juni), lanjut Hasyim, KPU akan memeriksa dan mencermati pokok permohonan yang sama, pokok permohonan yang diperbaiki dan pokok permohonan yang sama sekali baru. Jika yang diperbaiki dan baru, maka akan dijawab oleh KPU.
"Persoalan kemudian substansi-nya atau materi jawabannya tentu saja yang dijawabi KPU yang relevan dengan KPU saja, misalnya tuduhan ada keterlibatan TNI, Polri, intelijen, BIN, ada pengerahan aparat ASN/PNS misalkan, ini kan di luar otoritasnya KPU, itu berarti kemungkinannya yang dijawabi pihak terkait Paslon 01," jelasnya.
Lebih lanjut, Hasyim juga meminta MK menolak atau tidak mengabulkan semua petitum dari Prabowo-Sandi. Dalam jawaban KPU nanti pihaknya akan menguraikan argumentasi mengapa MK harus menolak tuntutan Prabowo-Sandi dan menunjukkan alat buktinya.
"KPU dalam jawaban bisa juga bertanya misalkan ada tuduhan manipulasi suara, KPU bisa juga bertanya, membaca dalam permohonan ada nggak sih manipulasi suara itu, di provinsi mana, di kabupaten mana, di tingkat apa, apakah tingkat TPS, kecamatan, provinsi," ujar dia.
"Kalau memang enggak ada, KPU menyatakan permohonannya absurd, tidak jelas, sebetulnya apa yang dimaksud manipulasi, kecurangan. Kalau enggak ada kan jadi pertanyaan, masa KPU disuruh dalam permohonannya, beban pembuktian mestinya tidak hanya pada si pemohon, dicari bersama-sama, loh yang menuduh mereka (Prabowo-Sandi) kok, kita disuruh siapkan alat bukti," katanya menambahkan.
Pad Selasa (18/6) pagi, MK kembali menggelar sidang PHPU pilpres. Agenda sidang lanjutan hari ini yakni mendengarkan jawaban KPU sebagai termohon dan mendengarkan keterangan Bawaslu serta pihak terkait (TKN Jokowi-Ma'ruf Amin). Sidang akan dimulai pukul 09.00 WIB.