REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra memastikan empat dari sembilan korban yang tewas saat kericuhan 21-22 Mei 2019 meninggal karena peluru tajam.
Empat korban tewas lainnya juga diindikasikan kuat meninggal karena peluru tajam dan satu korban tewas disebabkan kekerasan benda tumpul.
"Hasilnya bahwa empat korban itu jelas itu merupakan korban meninggal karena adanya peluru tajam," tutur Asep Adi Saputra di gedung Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/5).
Asep menambahkan, dari delapan korban tewas karena peluru tajam, tidak ditemukan tembakan ganda. Semua meninggal akibat satu tembakan.
Menurut Asep, dari sembilan korban tewas, hanya empat yang dilakukan autopsi di Rumah Sakit Polri Said Sukanto. Ini lantaran lima korban lainnya langsung diambil pihak keluarga setelah dilakukan visum luar oleh rumah sakit lainnya.
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa melakukan pembajakan sebuah mobil pemadam kebakaran di jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).
Sementara, dua proyektil yang diambil dari dua tubuh korban tewas hingga saat ini masih diuji balistik.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyoroti pihak kepolisian yang dinilai luput menjelaskan kepada publik terkait korban jiwa serta pelaku penembakan yang mengakibatkan tewasnya sejumlah warga pada kericuhan 22 Mei saat konferensi pers Selasa (11/6).
"Alih-alih menunjukkan perkembangan penyidikan tentang penyebab korban tewas dan pelaku yang harus bertanggung jawab, narasi yang disampaikan polisi hanya soal rencana pembunuhan dalam aksi 22 Mei," ujar Usman.
Lantaran hal itu, sejumlah keluarga korban yang ditemui Amnesty International Indonesia merasa kecewa karena tidak ada pengungkapan pelaku pembunuhan untuk kemudian dibawa ke pengadilan. "Ini menyakitkan bagi keluarga korban yang hari ini berharap polisi mengumumkan ke publik siapa yang melakukan penembakan kepada korban," kata Usman.