REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menolak tawaran untuk bergabung dalam Tim Pencari Fakta (TPF) yang diusulkan Polri. Sebab, jika Komnas HAM tergabung dalam TPF makan akan dikhawatirkan mencederai independensi lembaga tersebut.
"Kalau kami tergabung di dalamnya, pada di level proses tidak baik," kata Komisioner Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam saat dihubungi, Rabu (29/5).
Choirul menjelaskan, Komnas HAM akan melakukan investigasi sediri agar tetap independen sesuai dengan amat Undang-Undang. Meskipun demikian, pihaknya menyatakan akan melakukan kerjasama dengan semua pihak.
"Semua pihak akan kami mintai keterangan, informasi dan kita ajak bekerja sama untuk mengungkapnya (kekerasan 22 Mei), termasuk kepolisian," ujarnya.
Choirul mengatakan, proses kerja antara Komnas HAM dan kepolisian dalam mengungkap fakta tidak dapat dicampur aduk. Dia menyebut kedua lembaga tersebut memiliki proses di level masing-masing dengan mempertimbangkan kewenangan dan kewajiban.
Karena itu, dia meminta agar dalam menjalankan proses penelusuan, kedua pihak tidak saling berkaitan. Nantinya, kedua lembaga tersebut dapat membahas secara bersama setelah mendapatkan hasil dalam penelusuan.
"Yang pasti komunikasi tindak lanjut pada hasil, bukan pada proses. Temuan-temuan itu nanti kami rangkum bersama dan kami akan jadikan laporan untuk direkomendasikan kepada semua pihak termasuk pihak kepolisan," ujarnya.
Sebelumnya, kerja tim pencari fakta (TPF) bentukan Polri terkait korban kericuhan 22 Mei akan melibatkan lembaga independen seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menerangkan, TPF bekerja dengan dipimpin oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Moechgiyarto.
Rencananya, Moechgiyarto akan melakukan komunikasi dengan Komnas HAM untuk mengajak bekerja sama hari ini. "Pak Irwasum rencananya akan berkomunikasi (dengan Komnas HAM)," tuturnya.