REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau agar orang tua menjaga anak-anak mereka pascakerusuhan aksi 22 Mei 2019. Berdasarkan data yang dihimpun oleh KPAI, orang tua anak yang ditemukan ikut kerusuhan tersebut kebanyakan tidak mengetahui kondisi anaknya.
"Kekhawatiran kami terhadap 52 anak yang saat ini berada di tempat rehabilitasi di Bambu Apus, Jakarta Timur itu, banyak orang tua yang tidak tahu anaknya tidak ada. Sebaiknya, orang tua memantau anak-anaknya secara lebih optimal," kata Komisioner KPAI Siti Hikmawati dalam konferensi pers di KPAI, Senin (27/5).
Ia mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 35 Tahun 2014, anak-anak harus dilindungi terhadap beberapa hal. Pertama, dilindungi pelibatan dari kegiatan politik, kedua harus dilindungi dari kegiatan kerusuhan yang ada. Karena itu, Siti menegaskan agar orang tua tidak melibatkan anak mereka dalam kegiatan politik.
Saat ini, sebanyak 52 anak dari kerusuhan dirujuk ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Bampu Apus, Jakarta Timur. Usia anak-anak tersebut berkisar antara 14 hingga 17 tahun. Mereka berasal dari beberapa daerah, kebanyakan dari Jakarta dan sekitarnya.
"Sesuai dengan laporan, dari 52 anak itu tiga per empatnya sudah dijenguk oleh orang tua," kata Siti.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sebanyak 170 anak menjadi korban, sebanyak tiga anak meninggal. KPAI juga mengimbau agar semua pihak tidak melakukan indoktrinasi dan infiltrasi atas nama apapun yang membuat anak mengikuti hal-hal di luar koridor hukum. Orang tua juga harus memberi penjagaan ketat terhadap anaknya dari hal-hal tersebut.