Jumat 24 May 2019 17:25 WIB

Khofifah Meminta Usut Tuntas Kasus Mapolsek Tambelangan

Gubernur Khofifah meminta polisi mengusut pembakaran Mapolsek Tambelangan

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kiri) bersama Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan (kanan) dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI R Wisnoe Prasetja Boedi (kiri) meninjau Polsek Tambelangan yang hangus dibakar massa, di Sampang, Jawa Timur, Kamis (23/5/2019).
Foto: Antara/Ryan Hariyanto
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kiri) bersama Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan (kanan) dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI R Wisnoe Prasetja Boedi (kiri) meninjau Polsek Tambelangan yang hangus dibakar massa, di Sampang, Jawa Timur, Kamis (23/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta polisi mengusut tuntas pelaku kasus pembakaran Mapolsek Tambelangan, Sampang, Jawa Timur, yang terjadi pada Rabu (22/5) malam. Menurut dia, pelaku yang anarkistis harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena tidak bisa dibenarkan apapun alasannya.

"Kami mendorong polisi segera memproses hukum siapapun pelaku dan provokator pembakar mapolsek tersebut," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Jumat (24/5).

Baca Juga

Selain itu, kata dia, sejak awal seluruh pejabat Forkopimda beserta rakyat Jatim telah sepakat bahwa proses Pemilihan Umum 2019 harus berjalan aman, nyaman dan damai.

Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu mengimbau seluruh masyarakat untuk menahan diri dan tidak terprovokasi dengan aksi kelompok yang membuat wilayah menjadi tidak kondusif. Khofifah juga mendukung semua langkah dan upaya Polri/TNI dalam menjaga stabilitas keamanan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Jawa Timur.

"Jangan mudah termakan isu, segera tabayyun (klarifikasi) jika ada yang kurang jelas. Cari informasi yang benar-benar valid karena saat-saat seperti ini banyak beredar berita bohong yang bermaksud memprovokasi dan mengadu domba masyarakat," ucapnya.

Sementara itu, terkait unjuk rasa 22 Mei lalu, Khofifah mengungkapkan bahwa aksi tersebut lazim digunakan sebagai instrumen untuk mengomunikasikan keinginan dan menyampaikan aspirasi di negara demokrasi.

Unjuk rasa, kata dia, merupakan cara lain untuk mengawal dan mengkritik kebijakan pemerintah jika dianggap tidak sejalan dengan keinginan rakyat."Yang menjadi salah apabila aksi damai justru diwarnai perilaku anarkistis, kekerasan dan perusakan, apalagi jika sampai menimbulkan korban jiwa," katanya.

Mantan menteri sosial itu menekankan agar semua pihak menghormati kesepakatan yang sudah tertuang dalam konstitusi dan regulasi termasuk memberi amanah pada Mahkamah Konstitusi yang memiliki legitimasi memutus sengketa hasil pemilu.

"Merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement