Jumat 24 May 2019 16:16 WIB

Dompet Dhuafa dan Kepolisian Sepakat Berdamai

Keduanya sepakat menguatkan manajemen risiko dan perlindungan terhadap relawan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Konferensi pers aksi 22 Mei Dompet Dhuafa.Imam Rulyawan Direktur Dompet Dhuafa Filanthrophy (tengah), Benny Direktur Disaster Managemet (kiri) dan Dian Mulyadi Relawan tim medis (kanan) saat konferensi pers di Jati Padang, Jakarta Selatan, Kamis (23/5).
Foto: Republika/Fakhri Hermansyah
Konferensi pers aksi 22 Mei Dompet Dhuafa.Imam Rulyawan Direktur Dompet Dhuafa Filanthrophy (tengah), Benny Direktur Disaster Managemet (kiri) dan Dian Mulyadi Relawan tim medis (kanan) saat konferensi pers di Jati Padang, Jakarta Selatan, Kamis (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dompet Dhuafa dan Mabes Polri sepakat berdamai. Perdamaian kedua pihak disepakati lewat mediasi dan dialog Divisi Humas Mabes Polri, Jumat (24/5)

Keduanya pun sekata menguatkan proses manajemen risiko dan perlindungan terhadap relawan kemanusian, serta tim medis saat insiden-insiden yang anarkistis.

Baca Juga

“Kami datang ke sini (Mabes Polri) tujuannya untuk audiensi. Untuk berkomunikasi dalam rangka memitigasi, mencegah kejadian-kejadian serupa tidak terulang lagi,” ujar Direktur Utama Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan di Trunojoyo, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (24/5).

Imam menerangkan, dari audiensi dengan Mabes Polri, kedua pihak menguatkan kesepakatan. Selain penguatan mitigasi, kedua pihak juga setuju mencari instrumen pendukung yang dapat lebih menjamin keamanan para petugas medis, dan relawan kemanusian saat di situasi yang anarkistis.

“Setiap kejadian bagi kami (Dompet Dhuafa) selalu ada hikmahnya untuk mencari solusi ke depan. Semoga kejadian ini, tidak terulang lagi,” ujarnya.

Bukan cuma dari Dompet Dhuafa, Audiensi dengan Polri, kata Imam juga untuk memastikan perlindungan kepolisian terhadap tim medis dari manapun saat menjalankan peran sebagai relawan kemanusian. “Mitigasi ini solusi bagi tim kemanusian, untuk tidak khawatir lagi dalam menjalankan fungsinya,” ujar Imam.

Tim Medis dan Relawan dari Dompet Dhuafa menjadi salah satu korban sasaran aksi brutal satuan Brimob dan kepolisian kriminal saat operasi penangkapan serta pengejaran para pelaku kerusuhan aksi demonstrasi 22 Mei di kawasan Gedung Bawaslu, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat (Jakpus), Rabu (22/5) atau Kamis (23/5) dini hari. Satu mobil medis Dompet Dhuafa menjadi sasaran pengrusakan dengan sengaja yang dilakukan oleh personel kepolisian.

Bahkan, Brimob bersama-sama sejumlah anggota satuan polisi berpakaian preman, memukuli, menendang, dan menginjak-injak petugas medis dan relawan Dompet Dhuafa. “Ada tiga orang tim kami yang menjadi korban, dan mobil medis yang dirusak,” kata Imam melanjutkan.

Bukan cuma relawan dan tim medis Dompet Dhuafa yang menjadi korban. Sejumlah pewarta, juga menjadi objek sasaran dari aksi bringas para personel kepolisian.

Prilaku brutal para anggota kepolisian tersebut, dianggap tak patut. Apalagi terhadap para relawan tim medis dan relawan kemanusian, serta tim peliput pemberitaan.

Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengakui kesalahan para personelnya itu. Namun kata Dedi, Polri tak ingin kesalahan itu, berujung pemberian sanksi atau proses hukum yang lain. Karena ia menganggap dengan adanya mediasi antara Polri dan Dompet Dhuafa, persoalan tersebut sudah dianggap selesai. “Ini masalahnya hanya komunikasi di lapangan saja,” ujar dia usai mediasi dengan Dompet Dhuafa, Jumat (24/5). 

Paling penting, kata Dedi, saat ini memastikan proses meminimalisir risiko saat situasi serupa 22 Mei kembali terjadi. “Yang terpenting, upaya mitigasinya ke depan seperti apa,” ujar dia.

Ia berharap, ada kontrol lapangan yang lebih terang saat di lapangan. Termasuk kepada tim medis dan relawan, juga para jurnalis. Sebab kata Dedi, melihat peristiwa Thamrin 22 Mei, ada semacam kecurigaan, dan kemandekan komunikasi antara petugas, dan pihak-pihak yang seharusnya netral seperti tim medis, dan relawan, serta jurnalis.

Dedi mencontohkan tentang aksi tertangkap basah yang dilakukan oleh kepolisian terhadap dua mobil ambulans yang berisikan hal-hal tak lazim saat malam kerusuhan. Dua mobil ambulans yang menyimpan benda-benda untuk kerusuhan tersebut, memicu petugas di lapangan mencurigai setiap posko dan properti milik tim relawan dan medis. “Kami (Kepolisian) punya buktinya,” sambung Dedi.

Begitu juga bagi kalangan wartawan. Kata Dedi, identitas sebagai pekerja pers yang tak terang, membuat kepolisian sulit mengidentifikasi peran seseorang dalam satu peristiwa yang anarkistis. “Karena itu, kita harapkan ke depan, kita harus menguatkan mitigasi untuk melindungi tim medis, dan relawan, juag wartawan,” ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement