Jumat 24 May 2019 16:11 WIB

LPSK Desak TPF Korban Mei Aksi 22 Mei

Sebanyak delapan orang meninggal dunia pada aksi massa 22 Mei.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indira Rezkisari
 Suasana pemakaman salah satu korban bentrokan massa dengan polisi yang dimakamkan di TPU Karet Bivak,Jakarta, Rabu (22/5).
Foto: Fakhri Hermansyah
Suasana pemakaman salah satu korban bentrokan massa dengan polisi yang dimakamkan di TPU Karet Bivak,Jakarta, Rabu (22/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delapan orang disebut meninggal dunia dalam aksi menolak hasil pemilu presiden di Bawaslu pada 21-22 Mei. Atas insiden tersebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF) meninggalnya delapan orang yang diduga beberapa diantaranya tewas akibat peluru tajam.

Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution mengatakan kematian delapan warga yang ikut aksi 21-22 Mei di depan Bawaslu tersebut harus diungkap. Karena itu ia mendorong Komnas HAM menyekidiki kasus tersebut.

Baca Juga

"Sekira dibutuhkan Komnas HAM dapat membentuk semacam Tim Pencari Fakta independen dengan melibatkan unsur masyarakat sipil untuk menyelidiki kasus tersebut," katanya dalam keterangan pers, Jumat (24/5).

Maneger menegaskan pihaknya siap menerima laporan dari publik yang merasa ada ancaman atas keselamatan jiwanya dan akan memprosesnya sesuai dengan mekanisme dan kewenangan LPSK. Selain itu LPSK juga turut prihatin dengan tragedi meninggalnya delapan orang tersebut. Ia berharap pihak kepolisian bisa bertindak seminimal mungkin agar tidak jatuh korban jiwa.

"Pihak kepolisian harus menangani kasus tersebut secara profesional dan independen serta menjelaskan ke publik secara transparan'" terangnya.

LPSK turut mengapresiasi langkah pemerintah mengantisipasi kekerasan tidak meluas. Akan tetapi ia berharap pemerintah mampu menjelaskan ke masyarakat soal pembatasan hak publik untuk tahu (right to know), dengan adanya pembatasan akses terhadap media massa dan media sosial.

"Mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, tidak terprovokasi, dan tidak main hakim sendiri," imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya bahwa korban meninggal akibat kericuhan di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, menjadi delapan orang. Kedelapan korban yang meninggal tersebar di beberapa rumah sakit, yakni RSUD Tarakan, RS Budi Kemuliaan, RS Pelni, RSAL Mintoharjo, dan RS Dharmais.

Walau sempat membantah, pihak kepolisian melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo akhirnya mengakui salah seorang korban, tewas akibat peluru tajam. "Hanya satu yang dinyatakan meninggal terkena peluru tajam, yang lainnya masih dalam proses autopsi," ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement